Karya : Maulana
Pagi
hari ini cuaca sangat cerah dengan diiringi kicauan burung dan angin melambai
pelan menelisik dalam dedauanan. Cukup bersahabat cuaca hari ini, lalu-lalang
orang-orang di jalanan melewati depan rumah itu, rumah tua yang dindingnya papan
dan sudah reot tersebut, di depannya terdapat kebun dengan taman yang sudah
lama kering, dan tidak berpagar apa bila dilihat lebih seksama dan jelas maka
terasa pusing kepala melihat rumah itu betapa berantakannya dan bukan kurang
terawat lagi, tapi benar-benar sangat tidak terawat. Itu bukanlah rumah kosong,
rumah itu berpenghuni, seorang Kakek yang sangat tua dan mukanya selalu tidak
bersahabat apabila bertemu orang lain, bisa dikatakan kakek tersebut Anti
Sosial, tidak suka bersosialisasi bersama masyarakat sekitar, akhirnya penduduk
sekitar tidak mau peduli dengan keadaannya.
Lebung
Jaya, nama daerah rumah itu tepatnya di jalan Harmei, dekat dengan pusat
sekolahan dan pusat perbelanjaan minimarket, rumah tua itu Nampak tidak lagi
bernomor rumah tapi apbila dihitung dari sebelah kanan tepatnya rumah itu nomor
tujuh belas. Kakek sang pemilik rumah jarang sekali keluar rumah, bisa dihitung
sekitar dua kali dalam sebulan dia keluar rumah itupun hanya depan pintu dan hanya
sebentar. Pernah Saya waktu itu datang ketika dia berada di luar rumah, saya
datang sekedar ingin mengajak berbincang-bincang sedikit karena saya
pengangguran dan hanya penulis tak jelas, sungguh butuh teman ngobrol,
sedangkan tetangga lain sibuk dengan pekerjaan, dan hari minggu saya hanya bisa
berbincang dengan tetangga lain. Tapi ketika kakek itu saya dekati, dan jarak
semakin dekat tiba-tiba dia bangun dari kursi tuanya yang ada di teras dengan
terbungkuk lalu masuk kerumah dengan membanting pintu! Sungguh membuat saya
tidak habis pikir mempunyai tetangga baru depan rumah seperti itu, hanya diri
ini coba untuk memakluminya, lagi juga itu hak dia tanpa saya harus bisa
mengugatnya, apakah ada pasal hukum yang menyatakan baik dalam pidana dan
perdata perbuatan kekek tersebut bisa di tuntut, tentu tidak ada bukan!
Andaikata itu di kategorikan ‘perbuatan tidak menyenangkan’ seperti diatur
dalam Buku Kitab Hukum Pidana yang tercantum dalam pasal 335 buku Undang-undang
Negara saya, tentu tidak memenuhi unsurnya, saya pikir saya terlalu berlebihan
memikirkan untuk menuntut kakek itu.
Saya
sebenarnya pengangguran yang banyak acara, yang mencoba cari acara sendirilah
seperti menulis, berkebun, dan hal lain yang mengasyikan dalam hidup agar tidak
stres dalam menikmati proses pengangguran ini, latar belakang pendidikan adalah
strata satu, dari jurusan hukum, walau hanya paham sedikit hukum. Saya dari
Kota Palingking, dan di sana tempat orang tua saya, saya di sini mencoba
perantauan hidup agar bisa lebih baik lagi d Kota sebelumnya. Tapi apalah yang
terjadi, mungkin harus lebih bersabar, kehidupan di sini sama dengan ketika
saya tinggal di Palingking, hanya bisa menulis dan penulis amatiran seperti
saya jarang sekali mendapat honor yang besar, di muat artikel di media surat
kabar lokal saya sudah senang, tak bisa dapat kerja lain walaupun bisa
dikatakan pendidikan saya tinggi tapi tidak menjamin dalam mencari pekerjaan,
mau jadi pegawai negeri, harus butuh uang yang ekstra, percuma bila kemampuan
di atas rata-rata tapi uang tidak ada, itulah ironinya Negeriku.
***
Seperti
biasa pagi ini saya duduk depan jendela rumah sewaan, yang cukup baguslah
apabila dibanding rumah kakek di depan, dan mulai menarikan inspirasi-inspirasi
yang akan saya kirimkan ke surat kabar lokal tempat saya tinggal ini. Tepat
pagi dimana anak-anak kecil berangkat sekolah melewati rumah saya dan
beriring-iring saling bercanda, tepatnya tiba-tiba seorang anak yang jahil
tersebut, melempar rumah kakek sambil berteriak seolah mengejek kakek yang
galak itu, benar-benar mental baja anak itu, tidak berapa lama kakek keluar
dengan badan bungkuknya dan membawa tongkat yang nampaknya disambung, anak-anak
tersebut langsung berlari memencar tak jelas sang kakek dengan berteriak
lantang memarahi anak yang itu sambil mengacungkan tongkatnya.
Sangat
menyeramkan melihat kakek itu marah, dengan wajah keriput dan dagunya yang
memanjang sambil memegang tongkat saya membayangkan kakek itu adalah seorang
kakek sihir, yang menyeramkan, saya ingin keluar dan menghampirinya sekedar ingin
mengumpat anak-anak kecil yang mengganggunya tadi, baru saya keluar dari rumah
dan dengan senyum saya melihat kakek itu dan ingin menuju tempat dia tapi dia
malah tambah tidak jelas wajahnya semakin menyeramkan, dan lalu pergi masuk ke
dalam rumah sambil membanting pintu. Saya hanya bisa mengerutkan dahi, lalu
masuk kedalam rumah saya sambil melihat rumah kakek dari jendela ruang tamu
saya yang tepat di bawah jendela itu ada meja biasa aku menghabiskan waku
dengan cara menulis sepanjang hari, menulis hal yang ada dalam logika sampai di
luar logika. Loper Koran nampaknya sudah datang dengan sepeda seperti free style terkenal tukang Koran itu
beraksi mengangkat ban belakang sepedanya lalu memutarkan sepedanya dan
melemparkan Koran kearah rumah sewaan saya, tepat Koran itu jatuh di teras
rumah saya, langsug saya keluar dan mengambil Koran tersebut, dan sang loper
Koran sudah jauh mencari rezeki yang sudah disiapkan dari Nya.
Berita
hari ini seperti biasa, korupsi! Dari kasus yang di usut masalah korupsi idak
selesai, gratifikasi, sudah ada gratifikasi wanita juga, benar-benar para
koruptor pecundang! Rupiah yang anjlok, perdagangan pasar bebas yang di
monopoli Amerika dan lagi tentang tenaga kerja yang di siksa di Negara lain!
Muak saya melihat berita ini, seperti tidak memilik Negara saja, ada rubrik
khusus juga namanya ‘Rubrik Pemilu’ biasalah banyak yang memunculkan
wajah-wajahnya dan mencari muka, karena sebentar lagi pemilihan umum malas saya
membacanya, tapi semua itu menjadi inspirasi dan bahan dalam tulisan untuk
artikel-artikel opini yang sering saya kirim ke surat kabar lokal.
***
Sore
menjelang malam, cahaya bulan mulai menampakan sinarnya seperti malu-malu dari
langit gelap yang dipenuhi bintang-bintang, malam ini seperti mau hujan bintang
pasti besok lebih cerah dari hari ini. Seperti biasa saya duduk depan jendela
ruang tamu saya dan mencoba mencari bahan inspirasi, tapi berpikir lama dengan
di iringi kopi hitam asli Palingking kiriman Ibu terasa sekali benih-benih
inspirasi mulai muncul. Tiba-tiba saja saya ingin menulis cerpen, dan
terpikirkan saya akan menulis Cerpen tentang kakek tetangga saya.
Jari
terus menari di atas layar laptop dengan liarnya tak peduli kiri kanan depan
belakang saya asyik sekali menulis, tiba-tiba leher saya berdarah saya menoleh
kebelakang ternyata kakek sihir sudah di belakang saya sambil memegang tongkatnya
yang ternyata dalam sambungan tongkat itu ada pisau yang baru saja menggores
leher saya, tetap saya tak peduli dengan senyuman mengerikan kakek itu, saya
tidak peduli saya terus menarikan jari saya di atas laprop saya.
“Pemuda berengsek!”
Kakek itu mengucapkan kalimat yang tidak pernah aku dengar selama menjadi
tetangganya. Sepertinya kalimat itu kalimat awal dan akhir yang aku dengar.
Tanpa terasa dengan jari
yang terus menari dan tidak peduli keberadan kakek tersebut terasa sakit sekali
tepatnya di bawah punggung sebelah kiri, saya lihat ada mata pisau yang
menembus dada dari bawah punggung kiri itu, ya.. jelas di tubuh saya, sakitnya
seperti di sayat ratusan sembilu mata pedang lalu dikasih jeruk nipis sedikit.
Jari ini nampaknya tidak bisa menari lagi, nafas saya mulai berat dan tiba-tiba
jari jadi kaku, nampaknya ini yang terakhir saya lihat senyum kakek sihir yang
menyeramkan belum sempat dia mencabut tongkat pisau dari tubuh saya nampaknya
sebentar lagi ruh saya di jemput malaikat, kakek menekan tombol off di laptop saya dan depan pandangan
saya yang terakhir dan berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar