Minggu, 21 Juni 2015

Kakek Gila



Karya : Maulana

            Pagi hari ini cuaca sangat cerah dengan diiringi kicauan burung dan angin melambai pelan menelisik dalam dedauanan. Cukup bersahabat cuaca hari ini, lalu-lalang orang-orang di jalanan melewati depan rumah itu, rumah tua yang dindingnya papan dan sudah reot tersebut, di depannya terdapat kebun dengan taman yang sudah lama kering, dan tidak berpagar apa bila dilihat lebih seksama dan jelas maka terasa pusing kepala melihat rumah itu betapa berantakannya dan bukan kurang terawat lagi, tapi benar-benar sangat tidak terawat. Itu bukanlah rumah kosong, rumah itu berpenghuni, seorang Kakek yang sangat tua dan mukanya selalu tidak bersahabat apabila bertemu orang lain, bisa dikatakan kakek tersebut Anti Sosial, tidak suka bersosialisasi bersama masyarakat sekitar, akhirnya penduduk sekitar tidak mau peduli dengan keadaannya.

            Lebung Jaya, nama daerah rumah itu tepatnya di jalan Harmei, dekat dengan pusat sekolahan dan pusat perbelanjaan minimarket, rumah tua itu Nampak tidak lagi bernomor rumah tapi apbila dihitung dari sebelah kanan tepatnya rumah itu nomor tujuh belas. Kakek sang pemilik rumah jarang sekali keluar rumah, bisa dihitung sekitar dua kali dalam sebulan dia keluar rumah itupun hanya depan pintu dan hanya sebentar. Pernah Saya waktu itu datang ketika dia berada di luar rumah, saya datang sekedar ingin mengajak berbincang-bincang sedikit karena saya pengangguran dan hanya penulis tak jelas, sungguh butuh teman ngobrol, sedangkan tetangga lain sibuk dengan pekerjaan, dan hari minggu saya hanya bisa berbincang dengan tetangga lain. Tapi ketika kakek itu saya dekati, dan jarak semakin dekat tiba-tiba dia bangun dari kursi tuanya yang ada di teras dengan terbungkuk lalu masuk kerumah dengan membanting pintu! Sungguh membuat saya tidak habis pikir mempunyai tetangga baru depan rumah seperti itu, hanya diri ini coba untuk memakluminya, lagi juga itu hak dia tanpa saya harus bisa mengugatnya, apakah ada pasal hukum yang menyatakan baik dalam pidana dan perdata perbuatan kekek tersebut bisa di tuntut, tentu tidak ada bukan! Andaikata itu di kategorikan ‘perbuatan tidak menyenangkan’ seperti diatur dalam Buku Kitab Hukum Pidana yang tercantum dalam pasal 335 buku Undang-undang Negara saya, tentu tidak memenuhi unsurnya, saya pikir saya terlalu berlebihan memikirkan untuk menuntut kakek itu.
            Saya sebenarnya pengangguran yang banyak acara, yang mencoba cari acara sendirilah seperti menulis, berkebun, dan hal lain yang mengasyikan dalam hidup agar tidak stres dalam menikmati proses pengangguran ini, latar belakang pendidikan adalah strata satu, dari jurusan hukum, walau hanya paham sedikit hukum. Saya dari Kota Palingking, dan di sana tempat orang tua saya, saya di sini mencoba perantauan hidup agar bisa lebih baik lagi d Kota sebelumnya. Tapi apalah yang terjadi, mungkin harus lebih bersabar, kehidupan di sini sama dengan ketika saya tinggal di Palingking, hanya bisa menulis dan penulis amatiran seperti saya jarang sekali mendapat honor yang besar, di muat artikel di media surat kabar lokal saya sudah senang, tak bisa dapat kerja lain walaupun bisa dikatakan pendidikan saya tinggi tapi tidak menjamin dalam mencari pekerjaan, mau jadi pegawai negeri, harus butuh uang yang ekstra, percuma bila kemampuan di atas rata-rata tapi uang tidak ada, itulah ironinya Negeriku.

                                                                        ***

            Seperti biasa pagi ini saya duduk depan jendela rumah sewaan, yang cukup baguslah apabila dibanding rumah kakek di depan, dan mulai menarikan inspirasi-inspirasi yang akan saya kirimkan ke surat kabar lokal tempat saya tinggal ini. Tepat pagi dimana anak-anak kecil berangkat sekolah melewati rumah saya dan beriring-iring saling bercanda, tepatnya tiba-tiba seorang anak yang jahil tersebut, melempar rumah kakek sambil berteriak seolah mengejek kakek yang galak itu, benar-benar mental baja anak itu, tidak berapa lama kakek keluar dengan badan bungkuknya dan membawa tongkat yang nampaknya disambung, anak-anak tersebut langsung berlari memencar tak jelas sang kakek dengan berteriak lantang memarahi anak yang itu sambil mengacungkan tongkatnya.
            Sangat menyeramkan melihat kakek itu marah, dengan wajah keriput dan dagunya yang memanjang sambil memegang tongkat saya membayangkan kakek itu adalah seorang kakek sihir, yang menyeramkan, saya ingin keluar dan menghampirinya sekedar ingin mengumpat anak-anak kecil yang mengganggunya tadi, baru saya keluar dari rumah dan dengan senyum saya melihat kakek itu dan ingin menuju tempat dia tapi dia malah tambah tidak jelas wajahnya semakin menyeramkan, dan lalu pergi masuk ke dalam rumah sambil membanting pintu. Saya hanya bisa mengerutkan dahi, lalu masuk kedalam rumah saya sambil melihat rumah kakek dari jendela ruang tamu saya yang tepat di bawah jendela itu ada meja biasa aku menghabiskan waku dengan cara menulis sepanjang hari, menulis hal yang ada dalam logika sampai di luar logika. Loper Koran nampaknya sudah datang dengan sepeda seperti free style terkenal tukang Koran itu beraksi mengangkat ban belakang sepedanya lalu memutarkan sepedanya dan melemparkan Koran kearah rumah sewaan saya, tepat Koran itu jatuh di teras rumah saya, langsug saya keluar dan mengambil Koran tersebut, dan sang loper Koran sudah jauh mencari rezeki yang sudah disiapkan dari Nya.
            Berita hari ini seperti biasa, korupsi! Dari kasus yang di usut masalah korupsi idak selesai, gratifikasi, sudah ada gratifikasi wanita juga, benar-benar para koruptor pecundang! Rupiah yang anjlok, perdagangan pasar bebas yang di monopoli Amerika dan lagi tentang tenaga kerja yang di siksa di Negara lain! Muak saya melihat berita ini, seperti tidak memilik Negara saja, ada rubrik khusus juga namanya ‘Rubrik Pemilu’ biasalah banyak yang memunculkan wajah-wajahnya dan mencari muka, karena sebentar lagi pemilihan umum malas saya membacanya, tapi semua itu menjadi inspirasi dan bahan dalam tulisan untuk artikel-artikel opini yang sering saya kirim ke surat kabar lokal.
  
     ***

            Sore menjelang malam, cahaya bulan mulai menampakan sinarnya seperti malu-malu dari langit gelap yang dipenuhi bintang-bintang, malam ini seperti mau hujan bintang pasti besok lebih cerah dari hari ini. Seperti biasa saya duduk depan jendela ruang tamu saya dan mencoba mencari bahan inspirasi, tapi berpikir lama dengan di iringi kopi hitam asli Palingking kiriman Ibu terasa sekali benih-benih inspirasi mulai muncul. Tiba-tiba saja saya ingin menulis cerpen, dan terpikirkan saya akan menulis Cerpen tentang kakek tetangga saya.
            Jari terus menari di atas layar laptop dengan liarnya tak peduli kiri kanan depan belakang saya asyik sekali menulis, tiba-tiba leher saya berdarah saya menoleh kebelakang ternyata kakek sihir sudah di belakang saya sambil memegang tongkatnya yang ternyata dalam sambungan tongkat itu ada pisau yang baru saja menggores leher saya, tetap saya tak peduli dengan senyuman mengerikan kakek itu, saya tidak peduli saya terus menarikan jari saya di atas laprop saya.
“Pemuda berengsek!” Kakek itu mengucapkan kalimat yang tidak pernah aku dengar selama menjadi tetangganya. Sepertinya kalimat itu kalimat awal dan akhir yang aku dengar.
Tanpa terasa dengan jari yang terus menari dan tidak peduli keberadan kakek tersebut terasa sakit sekali tepatnya di bawah punggung sebelah kiri, saya lihat ada mata pisau yang menembus dada dari bawah punggung kiri itu, ya.. jelas di tubuh saya, sakitnya seperti di sayat ratusan sembilu mata pedang lalu dikasih jeruk nipis sedikit. Jari ini nampaknya tidak bisa menari lagi, nafas saya mulai berat dan tiba-tiba jari jadi kaku, nampaknya ini yang terakhir saya lihat senyum kakek sihir yang menyeramkan belum sempat dia mencabut tongkat pisau dari tubuh saya nampaknya sebentar lagi ruh saya di jemput malaikat, kakek menekan tombol off di laptop saya dan depan pandangan saya yang terakhir dan berakhir.
           

Tidak ada komentar: