Sabtu, 20 Juni 2015

Perempuan dalam Cengkaraman dan Ancaman Kejahatan


Oleh : Muhammad Maulana Kusumawardhana, SH  
Peserta Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) PERADI- Lembaga Pendidikan Hukum Indonesia (LPHI) Palembang

Berkali-kali terjadi dan selalu sering terdengar di media masa akan kekerasan yang terjadi terhadap perempuan seolah-olah selalu mewarnai kasus-kasus criminal yang terjadi di Negeri ini, hal ini menyatakan lemahnya penegakan hukum perlindungan hukum terhadap perempuan dari segi lingkup diluar rumah tangga dan perempuan yang bukan di kategorikan anak-anak. Payung hukum perlindungan terhadap perempuan memang sudah ada tapi dalam cakupan arti anak-anak dan keluarga, seperti UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,  UU No. 23 Tahun 2004 tentang Pengapusan KDRT, dan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, selain itu semuanya diatur dalam KUHP dianataranya dalam pasal 285, 286, dan 287 dalam perbuatan kejahatan seksual. Padahal telah adanya Undang-undang dasar 1945 dan Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) harus membuka pandangan luas pemerintah untuk mengembangkan payung hukum demi melindungi kekerasan yang terjadi terhadap perempuan.

Kekerasan terhadap perempuan berikut yang terjadi dalam beberapa waktu belakangan ini diantaranya ; Kisah penjambretan yang menyebabkan Fransisca Yofie pada gustus 2013 lalu, serta kisah pilu dialami Ibu H, penjual kopi di Pintu Tol Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Jumat 13 September 2014, wanita berusia 46 tahun itu disekap dan disiksa oleh sejumlah preman. Penyiksaan itu dilakukan karena H menolak membayar "jatah preman" dari usaha penjualan kopinya dan mengalami kekerasan seksual yang sangat parah,  Kemudian kasus yang baru ini yang menyebabkan tewasnya Deudeuh Alfisahrin alias Tata Chubby yang dihabis nyawanya oleh teman kencannya, dan baru-baru ini terjadi lagi yang dikenal istilah “tewasnya gadis angkringan” maya yang merupakan mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM) jurusan Sastra Inggris ini berada dalam posisi tergeletak di atas tempat tidur dengan kondisi setengah telanjang.[1]
            Wanita ditakdirkan sebagai sosok yang lembut dan gemulai menjadikan sebagai objek kekerasan yang dilakukan para pelaku, dalam kenyataan ini harus ada peran kuat dan peran kritis pemerintah dalam menyikapi kasus yang terjadi. Dalam catatan tahunan yang dirilis oleh Komisi Nasional Perempuan, tahun 2013 lalu ditemukan fakta bahwa jumlah KDRT yang dialami oleh perempuan di Indonesia mencapai angka 8.626 kasus pada tahun lalu. dengan angka tersebut, maka rumah tangga menjadi ranah terbesar penyumbang munculnya 293.220 kasus kekerasan terhadap perempuan 2014 lalu dalam ruang lingkup rumah tangga dan lainnya.[2] Sungguh dalam cengkraman kejahatan yang sangat kritis belum lagi kekerasan dalam rumah tangga yang tidak dilaporkan karena malu mengingat dalam lingkup ruang keluarga dan dangat pribadi.
                Kita sudah memiliki komnas anti kekerasan terhadap perempuan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998, yang harus lebih berperan aktif lagi dalam mengusul regulasi-regulasi aturan hukum kepada pemerintah yang lebih kuat memayungi perlindungan terhadap perempuan. Seperti yang diutarakan Komisioner Komnas Perempuan Yunianti Chuzaifah pada pertemuan dengan presiden Jokowi yang menyatakan temuan-temuan Komnas Perempuan, di mana temuan kekerasan perempuan ada 35 perempuan korban kekerasan tiap harinya, sehingga perlu didukung adanya inisiatif kebijakan, terutama UU perlindungan kekerasan seksual, UU untuk perlindungan pekerja rumah tangga, revisi UU Migran dan sejumlah UU lain, termasuk UU Kesetaraan Gender, Komnas Perempuan juga memiliki data 15 jenis kekerasan seksual terhadap perempuan yang perlu dipayungi. Namun, di Indonesia baru memiliki tiga jenis. [3]
Semoga Pemerintah mendengarkan dan melihat apa yang terjadi belakangan ini terhadap perempuan dan lebih mengedepankan asas perlindungan yang lebih kepada perempuan, karena perempuan adalah inspirasi kuat untuk kemajuan bangsa dan sebagai wanita yang melahirkan dan mendidik anak-anaknya, pemerintah harus melahirkan solusi yang jelas bukan malah memangkas atau mengurangi anggaran yang ditujukan untuk perlindungan terhadap perempuan. Jayalah Kartini-kartini Indonesia, Merdeka!   




[1])http://regional.kompas.com/read/2015/05/03/03201971/Mahasiswi.Penjual.Angkringan.Ditemukan.Tewas.di.Kontrakannya.
[2] ww.luwuraya.net/2015/03/293-220-kasus-kekerasan-terhadap-perempuan-2014/
[3] ww.zonalima.com/artikel/2464/Setiap-Hari-Ada-35-Perempuan-Korban-Kekerasan/

Tidak ada komentar: