Aku masih di disi,
menatap hampa dalam kekosongan jiwa, membisikan lelah tentang cerita sajakmu
kemarin. Sekedar ingin menorehkan kata-kata dalam jiwa yang semakin larut dalam
guncangan hebat. “Overmacht” Ahh.. Sudahlah aku tak mau berdebat soal hukum dalam
carik kertas ini aku kurang paham.
Akhir-akhir ini katanya
demokrasi kita sedang galau gara-gara politik? Benarkah itu? Aku tahu tapi
lebih baik mengaku tidak tahu karena aku membaca sajakmu. Dalam mimpi ketika
malam menjelma bak malam kegelapan di mana kau? Yang ku lihat hanya sajakmu
yang menerangi dari kegalauan para politisi bedebah itu.
Para politisi-politisi
itu seakan membela kepentingan rakyat, tapi rakyat Negera mengeluh atas
keputusan mereka, aku jadi bingung rakyat yang mana?
Terlihat jelas kawan
keputusan itu atas emosional, emosi yang mengebu-gebu dari pihak opisisi yang
merasa disingkirkan koalisi. Taktik politik mereka tak lebih dari meniru cara
pemasaran sales yaitu kejar target produk undang-undang, beruntunglah dan
mulialah mereka yang sebagai sales karena mereka yang diparlemen dan berdasi
atas nama kemunafikan hina.
Mereka berteriak
lantang atas nama rakyat ideologi, tapi apakah mereka dalam sikap dalam sikap
dan tingkahnya sesuai dengan ideology yang diteriakan?
Mungkin Pancasila dan
Founding Father’s sedang menangis melihat ini.
Tak apalah, rakyat
emang harus jadi korban saat mereka koalisi dan opisisi saling jegal kita
rakyat hanya bisa menatap, melawan tanpa kenangan, atau melawan dalam kenangan.
Salam untuk rakyat!
Palembang 29 September
2014
-
-
Penulis : Olan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar