Minggu, 21 Juni 2015

Kegelapan Sisi Dunia Sang Tikus



(Karya: M. Maulana Ksw)

            Masih harus terasa janggal bila ini dihadapkan dengan kenyataan, tak ubahnya aku bingung, ya bingung! Suatu hal yang bagaimana ketika saat itu juga harus beda dari harapan, terasanya memang sangat megecewakan, belum lagi harus dihadapkan kenyataan pahit. juga penuh tantangan atau diperjuangkan secara idealis tanpa harus melihat dari sisi buruk. Kupikirkan dari sisi positif saja: tak selamanya langit itu mendung.

               Lamunanku dibuyarkan oleh ponselku yang bergetar, segera kuangkat.  .
            “Halo, Benar ini Bapak Rowin?”
            “Iya, ada yang bisa saya bantu?”
            “Begini Pak ini dari PT. Cakra Binatara, saya ingin bicara mengenai proyek yang akan kita kerjasamakan, bagaimana kalau kita ketemu saja untuk membicarakannya?”
            Orang ini tanpa basa-basi langsung saja menuju ke inti permasalahanya dia untuk menelpon saya. Langsung saja saya menelisik lebih jauh apa jabatannya di PT. Cakra Binatara.
            “Maaf ya sebelumnya, posisi Anda apa di perusahaan tersebut?”
            “Ooh.. Kita bicarakan saja nanti pada waktu kita ketemu, baiklah kita ketemu di Bougenville Park pukul tujuh malam ini, saya yakin bapak membutuhkan proyek ini begitupun dengan saya kita saling membutuhkan jadi alangkah baiknya bapak menghormati undangan saya ini. Ok?”
            “Baiklah.” jawabku dengan sedikit kesal dan hampir saja handphoneku non aktif karena aku tekan tombol mematikan handphone begitu lama karena kesal. Siapa pula orang ini seenaknya saja memenelponku tanpa perkenalan, ketemu saja belum, pasti dia ini adalah sekretaris banci dari PT. Cakra Binatara. Perusahaan itu adalah perusahaan baru yang ingin melobiku. Aku belum tahu bergerak dibidang apa perusahaan tersebut mumpung masih pagi aku cek saja dulu lewat browsing itu perusahaan apa dan bergerak dibidang apa.
            Segera aku ambil laptop aku hidupkan lalu aku colokan modem, langsung saja connect dan segera aku buka “PT. Cakra Binatara”, teeekk… Langsung aku tekan enter.
            PT Cakra Binatara adalah sebuah perusahaan yang berdiri sejak tahun 1990. Perusahaan tersebut memiliki direktur utama bernama Bondoh Prawiro dan sekretarisnya Meicah Usinah, dan berteret disana nama struktur organisasinya. Berarti yang tadi bukan sekretarisnya yang menelponku terus siapa? Karena yang menelpon tadi suaranya Laki-laki. Ini menjadi ribuan pertanyaan misteri, dugaanku menuju nama Bondoh Prawiro, tapi mana mungkin direkturnya langsung yang melobiku. Perusahaan ini bergerak di bidang kontraktor pasti ini mengenai proposal pengabulan proyek jembatan layang yang akan di bangun di tengah kota yang aku tempati ini tempat aku ditugaskan. Pikiranku buyar melayang, berapa juta uang yang akan jadi lobian perusahaan itu kepadaku mengingat aku adalah orang yang berkuasa di kota ini, ya aku adalah kepalanya kepala-kepala dinas. Tak akan ada yang bisa mencegahku sekali tunjuk yang aau inginkan dan aku mau harus terwujud.
            Handphoneku bunyi kembali ini terlihat di kontak handphone, istriku yang menelpon pasti ingin bertanya hari ini pulang atau tidak.
            “Halo Pa? Papa hari ini pulang atau tidak? Ini Raka bertanya terus sama mama?”
            “Iya Ma, Papa sepertinya malam ini tidak akan pulang karena ada pertemuan dengan para penjabat penting, bilang saja sama Raka Papa kan pulang besok kalau urusannya sudah kelar dan kita akan liburan.”
            “alah kamu Pa tidak usah buat janji sama Anak nanti Anak itu sudah berharap lalu kau pura-pura lupa untuk menepatinya.” Tuttutututut… Langsung saja telpon dari Istriku ditutupnya.
            Aku hela nafas panjang, begitu runyam ini masalah di satu sisi harus mancari nafkah untuk keluarga di sisi lain di benci keluarga karena pekerjaan, sudahlah yang penting aku jalani dulu apa hari ini dan kalau sudah dapat uang lobian aku akan segera membelikan Istriku baju, dan Raka anakku satu-satunya mainan canggih yang buat dia bangga pada Papanya ini.
            Waktu sudah menunjukan pukul sebelas siang, tepat tidak kurang dan tidak lebih. Perutku sudah keroncongan segera aku keluar dari kost berbintangku untuk mencari makan didepan rumah makan, warung makan warteg Mang Yan adalah tempat pengisi  perut hari-hariku, maklum aku malas ke restoran karena makanan semua di sana tidak ada yang sesuai dengan seleraku, di rumah makan Mang Yan, semua makanan akan selalu mengingatkan makanan di kampung yaitu masakan Ibu. Langsung saja Aku duduk di meja.
            “Pesan apa Pak?” dengan senyum khas Mang Yan menyapaku.
            “Biasa Mang ikan goreng, sambal terasi pakai sayur kangkung ya?”
            “Oke pak.”
            Sepuluh menit kemudian makanan datang di sajikan di hadapanku, ikan goreng yang aromanya membuat perut ini tambah lapar di tambah lagi harum bau sambal terasi yang menggugah selera serta kuah di tongseng kangkung Mang Yan, segera saja aku lahap makanan itu dengan merasakan kondisi perut yang keroncongan ini aku akan sangat konsentrasi sekali untuk makan, apalagi makanan senikmat ini.
            Akhirnya selesai juga langsung aku teguk segelas air putih yang sedikit hangat, terasa kenyang perut ini. Sambil menurunkan nasi ke dalam usus perutku menjadi kotoran aku barbasa-basi bertanya pada Mang Yan.
            “Wah.. Mang nampaknya warungnya ramai, laris nih?”
            “Ya, Pak beginilah, walaupun laris begini tapi tidak mengembalikan keuntungan yang besar, belum lagi harga kebutuhan-kebutuhan pokok yang melambung tinggi, buat usaha ini nampaknya berjalan dengan keuntungan-keuntungan yang itu saja.”
            “Waduh, yang sabar Mang, semuanya harus disyukuri nikmatnya nanti bertambah.”
            “Iya Pak saya selalu bersyukur akan keadaan ini, jalani sajalah yang penting halal untuk kelurga.”
            Sebuah kalimat yang sangat menghantam daya kecamuk hati dan pikiran ini, terasa begitu sangat-sangat begitu miris hati ini mendengarnya, kenapa aku tersinggung mungkin jawabannya atas apa yang aku lakukan pada setiap proyek.
            “Enggak mudik, Pak?”
            “Hei, Pak?”
            Aku terlalu dalam lamunanku sehingga tak aku gubris pertanyaan Mang Yan. Dan segera aku bertanya kembali pada Mang Yan.
            “Iya, Mang?”
            “Bapak enggak mudik hari ini, ini kan hari libur?”
            “Ooh.. enggak Mang soalnya masih banyak pekerjaan menanti?” Segera aku berdiri dan membayar makanan tadi kepada Mang Yan. “Berapa  Mang semuanya?”
            “Ikan goreng tadi ya Pak? dua belas ribu rupiah.”
Langsung aku bayar dengan uang kecil yang sudah aku siapkan di kostan tadi, aku menuju pulang kembali dan masuk ke kamar kost lalu menghidupkan televisi. Lagi-lagi berita, berita tidak jelas, kawin-cerai artis, Perampokan, banjir di Jakarta, aku matikan saja televisi memusingkan kepala semuanya.
Aku kangen pada keluarga kecilku, Raka yang dalam masa pertumbuhannya mungkin sangat menginginkan aku untuk menemani hari-harinya bermain bersama, jalan-jalan, tapi bagaimana lagi mana mungkin aku bisa mewujudkan hal itu juga kalau aku tidak bekerja dijalur culas ini.
Dalam ke asyikan memikirkan buah hatiku teleponku kembali berbunyi. Terlihat dikontah handphone nama istriku, ada apa lagi ini.
“Halo, Papa, Papa dimana? Papa janjikan hari ini ajak Raka liburan?”
Aduh ternyata Raka yang menelpon pakai handphone Mamanya mungkin Istriku sudah capek dengar rengekan Raka kenapa aku tidak pulang.
“Iya sayang, maafin Papa ya, Papa hari ini masih ada kerjaan, nati kalau Papa pulang Papa beliin mainan bagus buat kamu.”
“Tapi Papa kemarin sudah janji sama Raka untuk mengajak Raka liburan, Papa sendiri yang bilang janji harus ditepati.”
Oooh My God, beginilah anak-anak kalau di beri janji pasti akan ditagihnya sampai aku mati, aku yang salah, bagaimana lagi ini.
“Sekali lagi Papa minta maaf ya Raka, Papa sayang sama Raka.”
Tiba-tiba tidak ada sahutan lagi dari Raka lalu sambungan terputus. Raka anakku semata wayang, apakah benar jalan ini, jalan yang aku lalui, aku sangat ingin membahagiakan Istri dan Anakku, Aku ingin mereka dipandang terhormat, dan tidak di hina atau dipandang sebelah mata sebagaimana aku kecil dahulu, saat Ayah harus menghidupi kami sebagai seorang pegawai negeri yang jabatannya cukup lumayan, tapi nyatanya aku masih jauh dari keadaan cukup, ya kurang cukup untuk di hormati, mulai dari Ayah disingkirkan dari jabatannya, Hutang Ibu yang menumpuk di koperasi ini tidak akan aku biarkan terjadi pada keluargaku. Maafkan aku Ayah dan Ibu Aku belum sempat membahagiakan kalian. Dalam lamunanku yang membahana tersebut tidak terasa mata ini perlahan mulai perlahan menerima takdirnya untuk memejamkan semetara di siang yang penat ini.
***

            Alarm Handphoneku berbunyi waktu telah menunjukan pukul setengah lima sore, Aduh, segera aku mandi, mengingat aku akan menghadiri janji dengan orang PT. Cakra Binatara, terasa sangat busuk hati ini saat mengingat aku harus lebih menghargai janji menjijikan ini bagai sebagaian orang yang dirugikan dalam proyek ini daripada aku harus menepati janji terhormat untuk anak semata wayangku.
Segera aku mandi dan sesudahnya langsung memakai pakaian kemeja klimis, maklum barang impor. Aku langsung keluar dari kostan dan menuju garasi kostan, lalu aku hidupkan sedan yang kata orang cukup tergolong mewah, dengan pintu dua yang di idam-idamkan orang serta mancung mobilku yang sangat menawan, aku pacu langsung keluar dari garasi Kosstan berbintangku. Dijalanan dengan sedikit santai aku pacu mobilku, cukup dekatlah café bougenvile park dari kostanku, kostan berbintang itu berada dipusat kota, mungkin gajiku separuh habis untuk membayar kost itu, tapi tenang banyak seseran dari proyek-proyek yang ada.
Tak terasa lama untuk sampai di café bougenvile park ini, café dengan taman-taman yang indah, tempat banyak anak muda menghabiskan waktu dan para pebisnis bicara, serta tempat para kumpulan komunitas-komunitas remaja. Segera aku tempati, tempat duduk yang sepi di dekat sudut taman bouginvile, masih banyak tempat duduk yang masih kosong.
Ini sudah jam setengah tujuh arlojiku memberitahu, dimana orang itu, dari tadi yang aku lihat hanya orang berbadan tegap, selalu seperti mencuri-mencuri pandang apa dia itu homo? Hah.. aneh zaman sekarang, zaman membingungkan. Sudahlah aku telepon saja lagi orang itu, pada waktu ingin menghubungi kontak PT. Cakra Binatara tiba-tiba ada seorang lelaki setengah baya yang di temani seorang wanita muda yang cantik, laki- laki tersebut langsung menujuku dan mengulurkan tangan.
“Selamat malam Bapak Rowin Delian?”
“Ya, Anda dari PT. Cakra Binatara?”
“Benar sekali Pak, saya Bondoh Prawiro dan kenalkan ini Sekretaris saya, Meicah Usina.”
Segera aku sambut uluran jabat tangan wanita itu.
Ternyata benar yang menelponku adalah direktur dari perusahaan PT. Cakra Binatara.
“Sudah lama Bapak menungu kami disini?”
“Ah.. Lumayan tidak begitu lama.” Ucapku sambil menyambungkan kedua tanganku bersatu diantara sela-sela jarinya, sambil bersandar dikursi. “Ooh.. Ya mau pesan apa kalian?”
“Ooh terimakasih Pak, nampaknya kami tidak lama karena masih ada urusan lagi.”
Urusan apa antara bos dan sekretaris sudah mau masuk malam seperti ini, pikiran burukku dalam jiwa-jiwa yang sudah kotor, malah menambah kotor.
“Baiklah apa agenda kalian untuk mengajak saya bertemu malam ini?” Aku langsung saja membuka tujuan mereka tanpa basa-basi lagi.
“Baiklah Pak, pasti Bapak sudah tahu seminggu kemarin kami memasukan, proposal dari perusahaan kami untuk mengerjakan rencana pembangunan proyek jembatan layang di tengah kota tersebut, nah dalam hal ini kami berharap Bapak memenangkanlah tender perusahaan kami agar dapat mengerjakan proyek tersebut, bukankah disini yang dibutuhkan adalah tanda yangan Bapak?”
Aku hanya mengangguk sambil mengendapkan kedua tanganku, sambil tersenyum.
Langsung saja Bondoh mengangkat koper lalu lalu megeluarkan tas ukuran sedang, untuk diserahkannya padaku.
Tiba-tiba dengan sangat terkejut tas tersebut dirampas lelaki tegap yang dari tadi memperhatikan kami, lalu diiringi para kumpulan sebanyak enam orang seperti berbentuk komunitas menghampiri tempat duduk kami. Belum sempat aku berteriak minta tolong karena merasa seperti dirampok.
Lalu salah satu dari kumpulan orang tersebut mengeluarkan ID Card, dan memberitahu bahwa dari suatu lembaga Negara, lembaga yang lagi gencar-gencarnya menangkap tikus menjijikan seperti saya, seperti Bondoh, mungkin juga seperti sekertasrisnya itu.
Lelaki tegap tadi langsung memeriksa tas kecil tersebut berisi lembaran kertas merah mungkin ratusan juta. Aku hanya melongok terdiam dan tidak bisa lagi bilang apa-apa hanya terdengar kepanikan dari sekerataris Bondoh, dan juga celoteh Bondoh.
            “Saya akan hubungi pengacara saya dulu tidak bisa begini caranya!” Bondoh memberontak.
            “Kami hanya melaksanakan tugas, pengacara Anda bisa di datangkan saja nanti dikantor pada waktu akan menjelaskan hal ini.” Ucap salah satu petugas Anti Rasuah tersebut.
Aku tidak bias lagi bicara hanya diam saat diseret masuk kedalam mobil minibus, lalu sesampai di depan kantor tersebut terdapat tulisan “Berani Jujur Hebat”. Jeprat-jepret photo wartawan menghujani wajah ini, sudah di sadap mungkin telepon saya sampai bisa begini. Terbayang wajah muram istriku saat dulu kami masih dalam keadaan cukup dia menggantikan popok Raka dan aku selalu ada untuk Raka dengan senyum dan bahagia selalu menghiasi keluarga kecil kami, tapi hidup berkelebihan dengan uang haram sekarang malah buat tangis melengking keluarga ini sampai ke masa anak-cucu Raka.
“Maafkan Papa. Mama, Raka.” Hanya itu kalimat yang mampu Aku ucap.

Tidak ada komentar: