(Karya: M. Maulana Ksw)
Masih harus terasa janggal bila ini dihadapkan dengan
kenyataan, tak ubahnya aku bingung, ya bingung! Suatu hal yang bagaimana ketika
saat itu juga harus beda dari harapan, terasanya memang sangat megecewakan,
belum lagi harus dihadapkan kenyataan pahit. juga penuh tantangan atau diperjuangkan
secara idealis tanpa harus melihat dari sisi buruk. Kupikirkan dari sisi
positif saja: tak selamanya langit itu mendung.
Lamunanku dibuyarkan oleh ponselku yang
bergetar, segera kuangkat. .
“Halo, Benar ini Bapak Rowin?”
“Halo, Benar ini Bapak Rowin?”
“Iya, ada yang bisa saya bantu?”
“Begini Pak ini dari PT. Cakra Binatara, saya ingin
bicara mengenai proyek yang akan kita kerjasamakan, bagaimana kalau kita ketemu
saja untuk membicarakannya?”
Orang ini tanpa basa-basi langsung saja menuju ke inti
permasalahanya dia untuk menelpon saya. Langsung saja saya menelisik lebih jauh
apa jabatannya di PT. Cakra Binatara.
“Maaf ya sebelumnya, posisi Anda apa di perusahaan
tersebut?”
“Ooh.. Kita bicarakan saja nanti pada waktu kita ketemu,
baiklah kita ketemu di Bougenville Park pukul tujuh malam ini, saya yakin bapak
membutuhkan proyek ini begitupun dengan saya kita saling membutuhkan jadi
alangkah baiknya bapak menghormati undangan saya ini. Ok?”
“Baiklah.” jawabku dengan sedikit kesal dan hampir saja
handphoneku non aktif karena aku tekan tombol mematikan handphone begitu lama
karena kesal. Siapa pula orang ini seenaknya saja memenelponku tanpa perkenalan,
ketemu saja belum, pasti dia ini adalah sekretaris banci dari PT. Cakra
Binatara. Perusahaan itu adalah perusahaan baru yang ingin melobiku. Aku belum
tahu bergerak dibidang apa perusahaan tersebut mumpung masih pagi aku cek saja
dulu lewat browsing itu perusahaan apa dan bergerak dibidang apa.
Segera aku ambil laptop aku hidupkan lalu aku colokan
modem, langsung saja connect dan segera aku buka “PT. Cakra Binatara”, teeekk…
Langsung aku tekan enter.
PT Cakra Binatara adalah sebuah perusahaan yang berdiri sejak tahun 1990. Perusahaan tersebut memiliki direktur utama bernama Bondoh Prawiro dan sekretarisnya Meicah Usinah, dan berteret disana nama struktur organisasinya. Berarti yang tadi bukan sekretarisnya yang menelponku terus siapa? Karena yang menelpon tadi suaranya Laki-laki. Ini menjadi ribuan pertanyaan misteri, dugaanku menuju nama Bondoh Prawiro, tapi mana mungkin direkturnya langsung yang melobiku. Perusahaan ini bergerak di bidang kontraktor pasti ini mengenai proposal pengabulan proyek jembatan layang yang akan di bangun di tengah kota yang aku tempati ini tempat aku ditugaskan. Pikiranku buyar melayang, berapa juta uang yang akan jadi lobian perusahaan itu kepadaku mengingat aku adalah orang yang berkuasa di kota ini, ya aku adalah kepalanya kepala-kepala dinas. Tak akan ada yang bisa mencegahku sekali tunjuk yang aau inginkan dan aku mau harus terwujud.
PT Cakra Binatara adalah sebuah perusahaan yang berdiri sejak tahun 1990. Perusahaan tersebut memiliki direktur utama bernama Bondoh Prawiro dan sekretarisnya Meicah Usinah, dan berteret disana nama struktur organisasinya. Berarti yang tadi bukan sekretarisnya yang menelponku terus siapa? Karena yang menelpon tadi suaranya Laki-laki. Ini menjadi ribuan pertanyaan misteri, dugaanku menuju nama Bondoh Prawiro, tapi mana mungkin direkturnya langsung yang melobiku. Perusahaan ini bergerak di bidang kontraktor pasti ini mengenai proposal pengabulan proyek jembatan layang yang akan di bangun di tengah kota yang aku tempati ini tempat aku ditugaskan. Pikiranku buyar melayang, berapa juta uang yang akan jadi lobian perusahaan itu kepadaku mengingat aku adalah orang yang berkuasa di kota ini, ya aku adalah kepalanya kepala-kepala dinas. Tak akan ada yang bisa mencegahku sekali tunjuk yang aau inginkan dan aku mau harus terwujud.
Handphoneku bunyi kembali ini terlihat di kontak
handphone, istriku yang menelpon pasti ingin bertanya hari ini pulang atau
tidak.
“Halo Pa? Papa hari ini pulang atau tidak? Ini Raka
bertanya terus sama mama?”
“Iya Ma, Papa sepertinya malam ini tidak akan pulang
karena ada pertemuan dengan para penjabat penting, bilang saja sama Raka Papa
kan pulang besok kalau urusannya sudah kelar dan kita akan liburan.”
“alah kamu Pa tidak usah buat janji sama Anak nanti Anak
itu sudah berharap lalu kau pura-pura lupa untuk menepatinya.” Tuttutututut…
Langsung saja telpon dari Istriku ditutupnya.
Aku hela nafas panjang, begitu runyam ini masalah di satu
sisi harus mancari nafkah untuk keluarga di sisi lain di benci keluarga karena
pekerjaan, sudahlah yang penting aku jalani dulu apa hari ini dan kalau sudah
dapat uang lobian aku akan segera membelikan Istriku baju, dan Raka anakku
satu-satunya mainan canggih yang buat dia bangga pada Papanya ini.
Waktu sudah menunjukan pukul sebelas siang, tepat tidak
kurang dan tidak lebih. Perutku sudah keroncongan segera aku keluar dari kost
berbintangku untuk mencari makan didepan rumah makan, warung makan warteg Mang
Yan adalah tempat pengisi perut
hari-hariku, maklum aku malas ke restoran karena makanan semua di sana tidak
ada yang sesuai dengan seleraku, di rumah makan Mang Yan, semua makanan akan
selalu mengingatkan makanan di kampung yaitu masakan Ibu. Langsung saja Aku
duduk di meja.
“Pesan apa Pak?” dengan senyum khas Mang Yan menyapaku.
“Pesan apa Pak?” dengan senyum khas Mang Yan menyapaku.
“Biasa Mang ikan goreng, sambal terasi pakai sayur
kangkung ya?”
“Oke pak.”
Sepuluh menit kemudian makanan datang di sajikan di
hadapanku, ikan goreng yang aromanya membuat perut ini tambah lapar di tambah
lagi harum bau sambal terasi yang menggugah selera serta kuah di tongseng
kangkung Mang Yan, segera saja aku lahap makanan itu dengan merasakan kondisi
perut yang keroncongan ini aku akan sangat konsentrasi sekali untuk makan,
apalagi makanan senikmat ini.
Akhirnya selesai juga langsung aku teguk segelas air
putih yang sedikit hangat, terasa kenyang perut ini. Sambil menurunkan nasi ke
dalam usus perutku menjadi kotoran aku barbasa-basi bertanya pada Mang Yan.
“Wah.. Mang nampaknya warungnya ramai, laris nih?”
“Ya, Pak beginilah, walaupun laris begini tapi tidak
mengembalikan keuntungan yang besar, belum lagi harga kebutuhan-kebutuhan pokok
yang melambung tinggi, buat usaha ini nampaknya berjalan dengan keuntungan-keuntungan
yang itu saja.”
“Waduh, yang sabar Mang, semuanya harus disyukuri
nikmatnya nanti bertambah.”
“Iya Pak saya selalu bersyukur akan keadaan ini, jalani
sajalah yang penting halal untuk kelurga.”
Sebuah kalimat yang sangat menghantam daya kecamuk hati
dan pikiran ini, terasa begitu sangat-sangat begitu miris hati ini
mendengarnya, kenapa aku tersinggung mungkin jawabannya atas apa yang aku
lakukan pada setiap proyek.
“Enggak mudik, Pak?”
“Hei, Pak?”
Aku terlalu dalam lamunanku sehingga tak aku gubris
pertanyaan Mang Yan. Dan segera aku bertanya kembali pada Mang Yan.
“Iya, Mang?”
“Bapak enggak mudik hari ini, ini kan hari libur?”
“Ooh.. enggak Mang soalnya masih banyak pekerjaan
menanti?” Segera aku berdiri dan membayar makanan tadi kepada Mang Yan.
“Berapa Mang semuanya?”
“Ikan goreng tadi ya Pak? dua belas ribu rupiah.”
Langsung
aku bayar dengan uang kecil yang sudah aku siapkan di kostan tadi, aku menuju
pulang kembali dan masuk ke kamar kost lalu menghidupkan televisi. Lagi-lagi
berita, berita tidak jelas, kawin-cerai artis, Perampokan, banjir di Jakarta,
aku matikan saja televisi memusingkan kepala semuanya.
Aku
kangen pada keluarga kecilku, Raka yang dalam masa pertumbuhannya mungkin
sangat menginginkan aku untuk menemani hari-harinya bermain bersama,
jalan-jalan, tapi bagaimana lagi mana mungkin aku bisa mewujudkan hal itu juga kalau
aku tidak bekerja dijalur culas ini.
Dalam
ke asyikan memikirkan buah hatiku teleponku kembali berbunyi. Terlihat dikontah
handphone nama istriku, ada apa lagi ini.
“Halo,
Papa, Papa dimana? Papa janjikan hari ini ajak Raka liburan?”
Aduh ternyata Raka yang
menelpon pakai handphone Mamanya mungkin Istriku sudah capek dengar rengekan
Raka kenapa aku tidak pulang.
“Iya sayang, maafin
Papa ya, Papa hari ini masih ada kerjaan, nati kalau Papa pulang Papa beliin
mainan bagus buat kamu.”
“Tapi Papa kemarin
sudah janji sama Raka untuk mengajak Raka liburan, Papa sendiri yang bilang
janji harus ditepati.”
Oooh My God, beginilah
anak-anak kalau di beri janji pasti akan ditagihnya sampai aku mati, aku yang
salah, bagaimana lagi ini.
“Sekali lagi Papa minta
maaf ya Raka, Papa sayang sama Raka.”
Tiba-tiba
tidak ada sahutan lagi dari Raka lalu sambungan terputus. Raka anakku semata
wayang, apakah benar jalan ini, jalan yang aku lalui, aku sangat ingin
membahagiakan Istri dan Anakku, Aku ingin mereka dipandang terhormat, dan tidak
di hina atau dipandang sebelah mata sebagaimana aku kecil dahulu, saat Ayah
harus menghidupi kami sebagai seorang pegawai negeri yang jabatannya cukup
lumayan, tapi nyatanya aku masih jauh dari keadaan cukup, ya kurang cukup untuk
di hormati, mulai dari Ayah disingkirkan dari jabatannya, Hutang Ibu yang
menumpuk di koperasi ini tidak akan aku biarkan terjadi pada keluargaku.
Maafkan aku Ayah dan Ibu Aku belum sempat membahagiakan kalian. Dalam lamunanku
yang membahana tersebut tidak terasa mata ini perlahan mulai perlahan menerima
takdirnya untuk memejamkan semetara di siang yang penat ini.
***
Alarm Handphoneku berbunyi waktu telah menunjukan pukul setengah lima sore, Aduh, segera aku mandi, mengingat aku akan menghadiri janji dengan orang PT. Cakra Binatara, terasa sangat busuk hati ini saat mengingat aku harus lebih menghargai janji menjijikan ini bagai sebagaian orang yang dirugikan dalam proyek ini daripada aku harus menepati janji terhormat untuk anak semata wayangku.
Segera
aku mandi dan sesudahnya langsung memakai pakaian kemeja klimis, maklum barang
impor. Aku langsung keluar dari kostan dan menuju garasi kostan, lalu aku
hidupkan sedan yang kata orang cukup tergolong mewah, dengan pintu dua yang di
idam-idamkan orang serta mancung mobilku yang sangat menawan, aku pacu langsung
keluar dari garasi Kosstan berbintangku. Dijalanan dengan sedikit santai aku
pacu mobilku, cukup dekatlah café bougenvile park dari kostanku, kostan
berbintang itu berada dipusat kota, mungkin gajiku separuh habis untuk membayar
kost itu, tapi tenang banyak seseran dari proyek-proyek yang ada.
Tak
terasa lama untuk sampai di café bougenvile park ini, café dengan taman-taman
yang indah, tempat banyak anak muda menghabiskan waktu dan para pebisnis
bicara, serta tempat para kumpulan komunitas-komunitas remaja. Segera aku
tempati, tempat duduk yang sepi di dekat sudut taman bouginvile, masih banyak
tempat duduk yang masih kosong.
Ini
sudah jam setengah tujuh arlojiku memberitahu, dimana orang itu, dari tadi yang
aku lihat hanya orang berbadan tegap, selalu seperti mencuri-mencuri pandang
apa dia itu homo? Hah.. aneh zaman sekarang, zaman membingungkan. Sudahlah aku
telepon saja lagi orang itu, pada waktu ingin menghubungi kontak PT. Cakra
Binatara tiba-tiba ada seorang lelaki setengah baya yang di temani seorang
wanita muda yang cantik, laki- laki tersebut langsung menujuku dan mengulurkan
tangan.
“Selamat
malam Bapak Rowin Delian?”
“Ya,
Anda dari PT. Cakra Binatara?”
“Benar
sekali Pak, saya Bondoh Prawiro dan kenalkan ini Sekretaris saya, Meicah
Usina.”
Segera
aku sambut uluran jabat tangan wanita itu.
Ternyata
benar yang menelponku adalah direktur dari perusahaan PT. Cakra Binatara.
“Sudah
lama Bapak menungu kami disini?”
“Ah..
Lumayan tidak begitu lama.” Ucapku sambil menyambungkan kedua tanganku bersatu
diantara sela-sela jarinya, sambil bersandar dikursi. “Ooh.. Ya mau pesan apa
kalian?”
“Ooh
terimakasih Pak, nampaknya kami tidak lama karena masih ada urusan lagi.”
Urusan
apa antara bos dan sekretaris sudah mau masuk malam seperti ini, pikiran
burukku dalam jiwa-jiwa yang sudah kotor, malah menambah kotor.
“Baiklah
apa agenda kalian untuk mengajak saya bertemu malam ini?” Aku langsung saja
membuka tujuan mereka tanpa basa-basi lagi.
“Baiklah
Pak, pasti Bapak sudah tahu seminggu kemarin kami memasukan, proposal dari
perusahaan kami untuk mengerjakan rencana pembangunan proyek jembatan layang di
tengah kota tersebut, nah dalam hal ini kami berharap Bapak memenangkanlah
tender perusahaan kami agar dapat mengerjakan proyek tersebut, bukankah disini
yang dibutuhkan adalah tanda yangan Bapak?”
Aku
hanya mengangguk sambil mengendapkan kedua tanganku, sambil tersenyum.
Langsung
saja Bondoh mengangkat koper lalu lalu megeluarkan tas ukuran sedang, untuk
diserahkannya padaku.
Tiba-tiba
dengan sangat terkejut tas tersebut dirampas lelaki tegap yang dari tadi
memperhatikan kami, lalu diiringi para kumpulan sebanyak enam orang seperti
berbentuk komunitas menghampiri tempat duduk kami. Belum sempat aku berteriak
minta tolong karena merasa seperti dirampok.
Lalu
salah satu dari kumpulan orang tersebut mengeluarkan ID Card, dan memberitahu
bahwa dari suatu lembaga Negara, lembaga yang lagi gencar-gencarnya menangkap
tikus menjijikan seperti saya, seperti Bondoh, mungkin juga seperti
sekertasrisnya itu.
Lelaki
tegap tadi langsung memeriksa tas kecil tersebut berisi lembaran kertas merah
mungkin ratusan juta. Aku hanya melongok terdiam dan tidak bisa lagi bilang
apa-apa hanya terdengar kepanikan dari sekerataris Bondoh, dan juga celoteh
Bondoh.
“Saya akan hubungi pengacara saya dulu tidak bisa begini caranya!” Bondoh memberontak.
“Kami hanya melaksanakan tugas, pengacara Anda bisa di datangkan saja nanti dikantor pada waktu akan menjelaskan hal ini.” Ucap salah satu petugas Anti Rasuah tersebut.
“Saya akan hubungi pengacara saya dulu tidak bisa begini caranya!” Bondoh memberontak.
“Kami hanya melaksanakan tugas, pengacara Anda bisa di datangkan saja nanti dikantor pada waktu akan menjelaskan hal ini.” Ucap salah satu petugas Anti Rasuah tersebut.
Aku
tidak bias lagi bicara hanya diam saat diseret masuk kedalam mobil minibus,
lalu sesampai di depan kantor tersebut terdapat tulisan “Berani Jujur Hebat”.
Jeprat-jepret photo wartawan menghujani wajah ini, sudah di sadap mungkin
telepon saya sampai bisa begini. Terbayang wajah muram istriku saat dulu kami
masih dalam keadaan cukup dia menggantikan popok Raka dan aku selalu ada untuk
Raka dengan senyum dan bahagia selalu menghiasi keluarga kecil kami, tapi hidup
berkelebihan dengan uang haram sekarang malah buat tangis melengking keluarga
ini sampai ke masa anak-cucu Raka.
“Maafkan
Papa. Mama, Raka.” Hanya itu kalimat yang mampu Aku ucap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar