Senin, 05 Agustus 2013

Cerpen : Celoteh diwarung kopi



Celoteh diwarung kopi
Karya : M. Maulana ksw

       Nampak pagi itu disebuah kedai kopi terdapat tiga pemuda yang sedang menyaksikan sebuah acara berita dimedia elektronik yang berukuran 17 inchi tersebut, warung kopi itu milik Wak Basri yang juga melayani diwarung kopi itu bersama Istrinya, kedai kopi itu terletak disebuah persimpangan kota yang dekat dengan Universitas dan Kantor-kantor yang menjalankan roda sistem perkotaan .
       “Sepertinya negara ini benar-benar dalam keadaan kacau, dan nampak sangat kacau, lihat saja kasus-kasus yang terjadi, sang pengetuk palu keadilan terlibat narkoba, korupsi tak memandang lagi baik urusan dunia ataupun Ibadah sungguh tak bermoral, belum lagi kasus bentrok yang terjadi dengan unsur SARA ,aduh! sungguh membuat sakit kepala jika mendengarnya, lebih baik yang jadi pemimpin segera memundurkan diri, bagaimana rakyat mau kenyang, tenang saja sudah tidak bisa!”
        Ucap Samdi sambil menghisap rokok dan memandang sebuah cangkir kopinya yang sudah setengah disebuah warung kopi. Samdi adalah seorang wartawan lepas yang sangat cakap mencari berita tentang negeri ini.
Tak berapa lama Samdi berceloteh lalu disambar lagi oleh Joni dengan tak kalah sengitnya.
        “Ya itulah sekarang kenyataan yang terjadi semuanya hanya tipu daya dimana ketika para pemimpin sebelum mereka memimpin menawarkan janji-janji yang semuanya ketika jadi pemimpin hanyalah tipuan mereka, cukup miris menyaksikan ini, DPR korupsi, tukang peras yang hanya mementingkan urusan sendiri, sungguh sangat mewakili rakyat tentunya, ya mewakili rakyat menuju kematian secara pelan-pelan.” Dengan senyum kecilnya dan mengambil pisang goreng yang masih sedikit hangat untuk mengisi perutnya ketika belajar dikampusnya nanti.
        Joni adalah seorang mahasiswa ilmu politik disebuah Perguruan tinggi, yang sangat kritis apalagi dengan kasus yang terjadi dinegara ini.

Lalu Samdi menyambung perkataan joni.
        “Ya tentunya itu merupakan hal yang sangat lumrah mereka lakukan janji-janji kampanyenya yang sungguh sangat wangi ketika sudah jadi tercium jelas janjinya iu membusuk dan Keadilan hanya sebuah dongeng, keadilan dapat diperjualbelikan dan hasil uang jual beli keadilan tersebut untuk beli narkoba, mungkin hakimnya ketika memutuskan suatu perkara lagi on tau fly sungguh sangat kasihan para korban tak punya posisi yang cukup memadai dalam kehidupan dan kantong yang kosong, ketika putusan diputuskan lawyernya hanya bisa pasrah dan tak bertindak karena tak ada uangnya, hhahahaa.’’
       Lalu Hamdan yang dari tadi menyimpan opininya tak sabar mengungkapkannya dikedai kopi itu.
       “Keadilan hanya mimpi dinegeri yang sudah kotor ini, keadilan Cuma milik tuan yang berkantong tebal, tak peduli kantong tebal itu dari hasil haram atau halal yang penting uang, belum lagi tiap-tiap hak yang dirampas, diperkosa, bahkan hak tersebut dijadikan tujuan utama untuk meningkat kekayaan individu tanpa memikrkan betapa sakitnya hati rakyat kecil, sungguh cukup sangat miris mlihat hal ini, yang jujur terbuang, yang korup disanjung dibalik wajah polosnya.”
         Hamdan adalah teman Joni satu Universitas tapi beda Fakultas Hamdi difakultas hukum, mereka bertemu karena aktif disuatu organisasi tertentu dan bisa turun kejalanan melakukan demo walau hanya didengar dan disambut pukulan aparat mereka tidak pernah menyerah tetap menyuarakan hak mereka, dan hak rakyat kecil.
       Joni pun berargumen lagi seusai menghirup kopinya yang hangat itu.
       “Kenyataan demi kenyataan telah terjadi tak dapat lagi dipungkiri dan nasi telah jadi bubur kita sudah cukup bosan dan muak menyaksikan ini, kita ingin merubahnya tentu tidak bisa karena kita tak memiliki kekuatan, dijalanan, lewat media semaunya hanya terdengar telinga kiri dan keluar telinga kanan serta dilihat mata dilihat judulnya saja sudah tak dihiraukan!”
Belum habis joni berkata lalu samdi mengangguk-anggukan kepalanya.
          “Memang benar pemimpin-pemimpin atau wakil rakyat kita telah mengalami krisis moral dan tidak menghiraukan yang terjadi yang dipikirkannya hanya urusan perut dan nafsu mereka sendiri, lihat saja adanya anggota DPR yang menonton film porno, bermain game, dan absen ketika sedang rapat, itukah mewakili hak rakyat, suara rakyat?”
“Ya suara sumbang dan kotor.” Sambung hamdan.
        “Kekotoran dan krisis moral itu tak hanya terjadi dipusat disuatu daereh-daerah atau kota kecil, dikota yang kecil tersebut tentunya mereka para penjabat-penjabat yang tak mempunyai sifat idealis tentunya tak’kan tingggal diam melihat kesempatan peluang mengisi kantongnya dengan uang haram dan tentunya tidak terjamah oleh KPK, LSM yang mengusutnya mungkin ada tapi ketika LSM itu disogok lalu diam dan hilang hal tersebut bagai ditelan bumi.”
Tambah Hamdan sambil menghidupi rokoknya.
Lalu Samdi menambahkan juga.
         “Wah, kalau didaerah itu sudah jadi sarapannya karena tak terjamah tentunya jadi hal dan suatu kesempatan besar banyaknya uang dari pusat menyasar kekantong-kantong pribadi para penjabat yang tak tahu diri itu, belum lagi kalau didaerah itu keluarga penjabat yang harus didahulukan dalam suatu proses birokrat atau apalah, maupun urusan haram, praktek KKN yang luar biasa, kita pikirkan saja bagaimana dipusatnya ya kalau didaerahnya saja sudah begitu, ini merupakan hal yang tak beres dalam negeri ini semoga di 2014 yang akan datang pemimpin yang arif, tegas, dan bijaksana dimana keadaan membaik, keadilan jadi kenyataan, kemakmuran dan kesejahteraan bukan bualan para mereka yang menyuarakan suara rakyat sebenarnya dan memiliki moral serta sifat idealisme yang buat negara ini dan rakyatnya tak bermimpi lagi.”
“Dan tentunya yang jujur yang disanjung dan yang kotor dan munafik dipancung.”
Tambah Joni.
Tak kalah dengan tiga pemuda tadi Wak Basri menambahkan opininya.
          “Amin, semoga itu benar-benar terjadi dan mereka yang ada disana itu benar-benar memperjuangakan hak rakyat, dimana kami bebas berjualan dan tak dikejar pol-pp lagi dan tak menggadaikan mimpi saja ketika ingin tidur.”
           Dan obrolan mereka berhenti, tak selang berapa lama terdengar suara sirine, ternyata ada Polisi Pamong Praja, Wak Basri dan Istrinya pun kelabakan, bangku yang diduduki tiga pemuda tadi diambil dan diangkut kemobil kijang pick-up dan dibelakangnya ada truk yang berisi kompi pasukan pol-pp itu dan dikedainya dibongkar, ditengah raungan sirine disambut juga raungan jeritan istri wak basri dan semua pedagang diatas trotoar lainnya itu.
          Joni dan Hamdan hanya bengong melihat hal itu, semantara Samdi dengan gesit mengambil kameranya untuk memfoto suatu peristiwa itu dan jadi bahan kritikannya disuatu media nanti.
Wak Basri lalu teringat ucapan samdi tadi.
“Bagaimana rakyat mau kenyang, tenang saja sudah tidak bisa!”
           Dengan pasrah Wak Basri merelakan yang terjadi walaupun sempat bersitegang dengan aparat itu.
Dengan sedih dia melihat istrinya menangis.
“Tenang saja bu nanti barang-barangnya kita tebus dikantor mereka!”
Bisik Wak Basri kepada Istrinya.
Sementara Joni dan Hamdan menghilang diujung jalan mereka mempersiapkan rencana dimasa depan.