Celoteh diwarung kopi
Karya : M. Maulana ksw
Karya : M. Maulana ksw
Nampak pagi itu disebuah kedai kopi
terdapat tiga pemuda yang sedang menyaksikan sebuah acara berita dimedia
elektronik yang berukuran 17 inchi tersebut, warung kopi itu milik Wak Basri
yang juga melayani diwarung kopi itu bersama Istrinya, kedai kopi itu terletak
disebuah persimpangan kota yang dekat dengan Universitas dan Kantor-kantor yang
menjalankan roda sistem perkotaan .
“Sepertinya negara ini benar-benar dalam
keadaan kacau, dan nampak sangat kacau, lihat saja kasus-kasus yang terjadi, sang
pengetuk palu keadilan terlibat narkoba, korupsi tak memandang lagi baik urusan
dunia ataupun Ibadah sungguh tak bermoral, belum lagi kasus bentrok yang
terjadi dengan unsur SARA ,aduh! sungguh membuat sakit kepala jika
mendengarnya, lebih baik yang jadi pemimpin segera memundurkan diri, bagaimana
rakyat mau kenyang, tenang saja sudah tidak bisa!”
Ucap Samdi sambil menghisap rokok dan
memandang sebuah cangkir kopinya yang sudah setengah disebuah warung kopi. Samdi
adalah seorang wartawan lepas yang sangat cakap mencari berita tentang negeri
ini.
Tak
berapa lama Samdi berceloteh lalu disambar lagi oleh Joni dengan tak kalah
sengitnya.
“Ya itulah sekarang kenyataan yang
terjadi semuanya hanya tipu daya dimana ketika para pemimpin sebelum mereka
memimpin menawarkan janji-janji yang semuanya ketika jadi pemimpin hanyalah
tipuan mereka, cukup miris menyaksikan ini, DPR korupsi, tukang peras yang
hanya mementingkan urusan sendiri, sungguh sangat mewakili rakyat tentunya, ya
mewakili rakyat menuju kematian secara pelan-pelan.” Dengan senyum kecilnya dan
mengambil pisang goreng yang masih sedikit hangat untuk mengisi perutnya ketika
belajar dikampusnya nanti.
Joni adalah seorang mahasiswa ilmu
politik disebuah Perguruan tinggi, yang sangat kritis apalagi dengan kasus yang
terjadi dinegara ini.
Lalu
Samdi menyambung perkataan joni.
“Ya tentunya itu merupakan hal yang
sangat lumrah mereka lakukan janji-janji kampanyenya yang sungguh sangat wangi
ketika sudah jadi tercium jelas janjinya iu membusuk dan Keadilan hanya sebuah
dongeng, keadilan dapat diperjualbelikan dan hasil uang jual beli keadilan
tersebut untuk beli narkoba, mungkin hakimnya ketika memutuskan suatu perkara
lagi on tau fly sungguh sangat kasihan para korban tak punya posisi yang cukup
memadai dalam kehidupan dan kantong yang kosong, ketika putusan diputuskan
lawyernya hanya bisa pasrah dan tak bertindak karena tak ada uangnya,
hhahahaa.’’
Lalu Hamdan yang dari tadi menyimpan
opininya tak sabar mengungkapkannya dikedai kopi itu.
“Keadilan hanya mimpi dinegeri yang
sudah kotor ini, keadilan Cuma milik tuan yang berkantong tebal, tak peduli
kantong tebal itu dari hasil haram atau halal yang penting uang, belum lagi
tiap-tiap hak yang dirampas, diperkosa, bahkan hak tersebut dijadikan tujuan
utama untuk meningkat kekayaan individu tanpa memikrkan betapa sakitnya hati
rakyat kecil, sungguh cukup sangat miris mlihat hal ini, yang jujur terbuang,
yang korup disanjung dibalik wajah polosnya.”
Hamdan adalah teman Joni satu
Universitas tapi beda Fakultas Hamdi difakultas hukum, mereka bertemu karena
aktif disuatu organisasi tertentu dan bisa turun kejalanan melakukan demo walau
hanya didengar dan disambut pukulan aparat mereka tidak pernah menyerah tetap
menyuarakan hak mereka, dan hak rakyat kecil.
Joni pun berargumen lagi seusai
menghirup kopinya yang hangat itu.
“Kenyataan demi kenyataan telah terjadi
tak dapat lagi dipungkiri dan nasi telah jadi bubur kita sudah cukup bosan dan
muak menyaksikan ini, kita ingin merubahnya tentu tidak bisa karena kita tak
memiliki kekuatan, dijalanan, lewat media semaunya hanya terdengar telinga kiri
dan keluar telinga kanan serta dilihat mata dilihat judulnya saja sudah tak
dihiraukan!”
Belum
habis joni berkata lalu samdi mengangguk-anggukan kepalanya.
“Memang benar pemimpin-pemimpin atau
wakil rakyat kita telah mengalami krisis moral dan tidak menghiraukan yang
terjadi yang dipikirkannya hanya urusan perut dan nafsu mereka sendiri, lihat
saja adanya anggota DPR yang menonton film porno, bermain game, dan absen
ketika sedang rapat, itukah mewakili hak rakyat, suara rakyat?”
“Ya
suara sumbang dan kotor.” Sambung hamdan.
“Kekotoran dan krisis moral itu tak hanya
terjadi dipusat disuatu daereh-daerah atau kota kecil, dikota yang kecil
tersebut tentunya mereka para penjabat-penjabat yang tak mempunyai sifat
idealis tentunya tak’kan tingggal diam melihat kesempatan peluang mengisi
kantongnya dengan uang haram dan tentunya tidak terjamah oleh KPK, LSM yang
mengusutnya mungkin ada tapi ketika LSM itu disogok lalu diam dan hilang hal
tersebut bagai ditelan bumi.”
Tambah
Hamdan sambil menghidupi rokoknya.
Lalu
Samdi menambahkan juga.
“Wah, kalau didaerah itu sudah jadi
sarapannya karena tak terjamah tentunya jadi hal dan suatu kesempatan besar
banyaknya uang dari pusat menyasar kekantong-kantong pribadi para penjabat yang
tak tahu diri itu, belum lagi kalau didaerah itu keluarga penjabat yang harus
didahulukan dalam suatu proses birokrat atau apalah, maupun urusan haram,
praktek KKN yang luar biasa, kita pikirkan saja bagaimana dipusatnya ya kalau
didaerahnya saja sudah begitu, ini merupakan hal yang tak beres dalam negeri
ini semoga di 2014 yang akan datang pemimpin yang arif, tegas, dan bijaksana
dimana keadaan membaik, keadilan jadi kenyataan, kemakmuran dan kesejahteraan
bukan bualan para mereka yang menyuarakan suara rakyat sebenarnya dan memiliki
moral serta sifat idealisme yang buat negara ini dan rakyatnya tak bermimpi
lagi.”
“Dan
tentunya yang jujur yang disanjung dan yang kotor dan munafik dipancung.”
Tambah
Joni.
Tak
kalah dengan tiga pemuda tadi Wak Basri menambahkan opininya.
“Amin, semoga itu benar-benar terjadi
dan mereka yang ada disana itu benar-benar memperjuangakan hak rakyat, dimana
kami bebas berjualan dan tak dikejar pol-pp lagi dan tak menggadaikan mimpi
saja ketika ingin tidur.”
Dan obrolan mereka berhenti, tak
selang berapa lama terdengar suara sirine, ternyata ada Polisi Pamong Praja,
Wak Basri dan Istrinya pun kelabakan, bangku yang diduduki tiga pemuda tadi
diambil dan diangkut kemobil kijang pick-up dan dibelakangnya ada truk yang
berisi kompi pasukan pol-pp itu dan dikedainya dibongkar, ditengah raungan sirine
disambut juga raungan jeritan istri wak basri dan semua pedagang diatas trotoar
lainnya itu.
Joni dan Hamdan hanya bengong melihat
hal itu, semantara Samdi dengan gesit mengambil kameranya untuk memfoto suatu
peristiwa itu dan jadi bahan kritikannya disuatu media nanti.
Wak
Basri lalu teringat ucapan samdi tadi.
“Bagaimana
rakyat mau kenyang, tenang saja sudah tidak bisa!”
Dengan pasrah Wak Basri merelakan
yang terjadi walaupun sempat bersitegang dengan aparat itu.
Dengan
sedih dia melihat istrinya menangis.
“Tenang
saja bu nanti barang-barangnya kita tebus dikantor mereka!”
Bisik
Wak Basri kepada Istrinya.
Sementara
Joni dan Hamdan menghilang diujung jalan mereka mempersiapkan rencana dimasa
depan.