Senin, 05 Agustus 2013

Sebelum Ampera Roboh


Sebelum Ampera Roboh
Karya : M.Maulana KsW

        Angin malam sejuk membasuh tubuh dengan suara air sungai tenang dimalam yang dingin, nampak ramai dibelakang orang berjualan, memancing, pengamen, muda-mudi bersama temannya dan para keluarga sedang berwisata menikmati indahnya kota ini yang dahulu merupakan pusat Kerajaan Maritim terbesar yang Aku tahu dari sejarah, tak ketinggalan pengamen mengais rezeki. Aku duduk didinding beton merupakan pembatas sungai tempat dimana orang-orang banyak memancing, lalu kutengokkan leher kesebelah kiri dan menengadah keatas terasa sangat indah melihat sebuah jembatan, sebuah jembatan  memiliki sejarah seusai perang kemerdekaan, disekelilingnya terlihat lampu-lampu kecil, sungguh sangat memperindah serta ada dua tiang pancang yang berdiri ditengahnya, ingin aku tegak disana dan memandanginya kehidupan yang ada disungai ini.
        Bosan juga Aku duduk disini dari tadi hanya mendengar pengamen untuk berdendang dan perut ini nampak sudah menuntut untuk diisi. Kulihat disekeliling mencari yang bisa dimakan, ada penjual kemplang. Nampaknya tak mungkin kenyang walau makan satu bungkus kemplang itu. Pandang jauh lagi penglihatan ini lalu aku lihat ada penjual mie jinjing dan ada tulisan mie tektek.
“wah sepertinya itu mantap.” Bisikku dalam hati.
         Segera Aku turun dari beton pagar pembatas sungai dan daratan itu, ketika Aku sudah turun lalu Aku lihat sebuah perahu dengan sebuah atap nampak banyak orang didalamnya lagi menikmati sesuatu kuliner, terasa jauh Aku ingin tempat mie tektek itu, diperahu itu saja Aku makan. Terbentang kayu sebagai jembatan untuk masuk keperahu kuliner, segera Aku lewati kayu yang terbentang antara darat dan perahu.
“Silahkan duduk mas.” Jawab seorang yang tampak lebih muda dariku, merupakan pelayan diperahu ini, “pesan apa mas?” tanyanya sambil mengelap meja.
“Disini ada makanan apa?”
“Disini Cuma ada tekwan, model mas, dan yang diatas meja itu pempek.”
“Ooohh.. Aku pesan model saja ya.”
        Lalu pelayan itu masuk kedalam sebuah dapur. Sambil menunggu pelayan itu menyiapkan yang Aku pesan tadi karena tak tahan laparnya Aku sambar saja pempek yang ada didepan mata, kuambil cuka dalam botol Aku tuang kedalam mangkok kecil, terasa sangat nikmatnya dengan dicelup cuka yang hitam dan cukup pedas manis tak terasa dan tanpa disadari Aku sudah makan empat buah pempek yang bermacam-bermacam dengan rasa ikan yang lezat. Perutku sudah terasa kenyang, dan datanglah semangkuk model yang aku pesan tadi.
“Silahkan mas.” Dengan senyumnya pelayan itu berkata.
“Terimakasih.” Kupandangi model itu nampaknya tidak akan habis Aku memakannya, lalu aku coba hirup kuahnya, “tak sia-sia liburan aku ini” bisikku dalam hati.
       Tak kusangka karena begitu lezatnya kuliner ini mangkuk bersih hingga tak berkuah lagi, terasa sangat padat perut ini lalu Aku minum air gelas mineral yang ada didepan mata. Sambil menikmati ombak kecil sebuah sungai yang menggoyang perahu Aku ambil rokok disaku baju lalu Aku ingin menghidupkannya coba rogoh saku celana dan baju nampaknya Aku lupa membawa korek, tapi disebelah ada seorang bapak yang umurnya paruh baya sambil bersantai dan menghisap rokoknya.
“Boleh pinjam korek Pak?” tanyaku, sambil memperagakan sebuah korek gas.
“Ooh ya, ini.” Sambil menyerahkan sekotak korek api.
        Kuambil sebatang lalu Aku gesekan dikotak korek lalu menghidupkan rokok, kemudian rebahkan kaki dibawah meja makan .
“Ini Pak koreknya, terimakasih.”
“Sama-sama.” Diambilnya korek oleh Bapak itu.
       Sambil menikmati santainya malam dan perut juga sudah kenyang, lalu Aku membuka topik cerita dengan Bapak disebelah ini dia terlihat asli penduduk disini bukan wisatawan sepertiku.
“Bagus sekali jembatan itu.” Tanyaku sambil menoleh kepadanya.
“Ya itulah jembatan kebanggaan masyarakat Kami, Ampera namanya, dalam artinya Amanat Penderitaan Rakyat.” Jawab Bapak itu sambil menghembuskan asap rokoknya.
“Sudah lama nampaknya jembatan itu ya Pak?”
“Wah sudah lama sekali jembatan itu dibangun pada tahun enam puluhan, dan memakai biaya kompensasi Jepang pada usai perang kemerdekaan dulu, dahulu jembatan ini bisa mengangkat, dalam kedua tiang ditengahnya dan bisa lewat kapal besar dibawahnya itu tapi sekarang tidak lagi entah oleh karena faktor apa, lalulintas atau karena ulah orang yang tak bertanggung jawab.“
“Orang yang tak bertanggung jawab? maksudnya!” ucapku dengan penasaran.
“Ya besi-besi jembatan itu suka dicuri oleh orang yang bertanggung jawab itu dan seringkali juga bawah kaki pondasi jembatan itu ditabrak kapal besar seperti kapal minyak tanker, menurut kabar ada yang mengatakan kalau kakinya itu bergeser kalau selalu begitu dan tak ada perhatian nanti pasti roboh dan akan lebih sulit lagi.” Jawab bapak itu. “Adik ini dari mana?, nampaknya bukan orang sini ya?” .
“Benar Pak, Saya sedang liburan kesini, saya ini dari jakarta.”
.”Oohh...” jawab Bapak itu sambil tersenyum.”
          Lalu aku hisap rokokku dalam-dalam dan Aku kepulkan asapnya, dan ada seorang wanita dideretan bangku didepanku menutup hidung sambil batuk.
“Duhh, Aku sudah mengganggu orang disini,” gumamku dalam hati, segera kumatikan rokok. Aku panggil pelayan itu,“ berapa semuanya ini dik?”
 “Apa saja mas?”
“Pempek empat model satu dan air gelas mineralnya satu.”
“Dua belas ribu Rupiah mas.”
Langsung kubayar “ambil saja kembaliannya ya dik.”
“Wah terima kasih mas.”
“Sama-sama dik,” ucapku sambil berdiri dari bangku dan pamit dengan Bapak yang ada disebelah.
“Terima kasih pak, Saya duluan.”
“Ya hati-hati” jawab Bapak itu.
       Segera Aku tinggalkan perahu itu dengan sedikit takut Aku melintas jembatan kecil penghubung perahu itu dan sampailah didarat lagi, sambil berjalan menikmati malam dan ditempat yang ramai banyak macam-macam jualan, aksesoris, mainan anak-anak, dan disebuah sebarang sana ada tembok besar berdiri seperti benteng pantas saja tempat ini namanya Benteng Kuto Besak, dan banyak perempuan cantik bersama teman-temannya berkumpul bersama sambil duduk dipelataran, coba Aku bersama teman-temanku mungkin sudah aku ajak kenalan mereka, hah! aku memang penakut. Tersenyum sendiri Aku ditengah keramaian itu. Tak diduga dibalik sejuknya angin  ternyata turun hujan deras mendadak, segera Aku berlari menuju motorku yang diparkirkan, Aku buka kunci pengaman rodanya dan aku bayar parkir seribu rupiah langsung aku tinggalkan Benteng Kuto Besak mencari tempat perlindungan dari hujan kupercepat gas motor, dan Aku temukan tempat berteduh dibawah jembatan Ampera, sambil menunggu hujan redah, untuk menghilangkan dinginnya malam serta mulutku yang mulai tak enak lalu Aku ambil kotak rokok disaku, Aku ambil sebatang rokok dan Aku lihat kiri kanan ada sebuah warung dibawah jembatan, lalu dekati warung itu untuk membeli korek api.
 “Ada koreknya Pak?” tanyaku kepada yang punya warung itu.
“Itu didepan.” Sambil dia menunjukan sebuah korek gas yang terikat tali.
“Bukan Pak yang dijual maksud saya.”Lalu dia mengambil korek gas disebuah kotak besar.
 “Ini Dik.” Sambil memberikan sebuah korek api gas.
“Berapa Pak?”
“Dua ribu.“ Ucap Bapak itu, dan langsung kubayar.
“Terima kasih Pak.” Lalu Aku meninggalkan warung itu dan menuju tempat motorku tadi dan aku hidupkan rokok yang sudah lama aku taruh disela daun telinga segera pindah kemulut.
        Sambil duduk Aku menikmati asap rokokku tiba-tiba ada getaran kecil seperti gempa, banyak orang berlarian menuju Benteng Kuto Besak tempat dimana tempat Aku duduk tadi tak mau ketinggalan, kumatikan api rokok, Aku pun menghidupkan motor kugas sampai ditempat parkir, lalu Aku parkirkan motor dan berlari ketempat Aku duduk melihat jembatan tadi ditengah gerimisnya hujan aku terobos keramaian, Aku telah didepan keramaian itu, terlihat sebuah kapal minyak yang besar menabrak kaki jembatan yang nampak retak, banyak  kapal-kapal lain yang mendekati kapal tanker minyak itu untuk memberikan pertolongan dan menarik agar kapal tanker itu tidak terus mendorong kaki jembatan itu karena arus sungai, segera kuambil kamera ditas langsung Aku photo kejadian itu dan disekelilingku banyak juga orang yang mengabadikan peristiwa itu.
         Seusai mengabadikan peristiwa itu Aku pun langsung mundur kebelakang keramaian mencari penjual minuman, tenggorokan ini sudah tidak bisa diajak kompromi berlari dari parkir kepelataran tadi saja aku sudah haus. Ada seorang Ibu penjual minuman langsung saja Aku dekati.
“Bu, minumannya ini satu ya, berapa harganya?” sambil Aku mengambil air minum botol mineral.
 “Lima ribu rupiah dik,” jawab Ibu itu.
         Langsung saja Aku beri uang pas dan kembali lagi keparkiran motorku, lalu duduk dipipa panjang tempat pagar parkiran motor sambil beristirahat sebentar, hujan juga sudah berhenti. Segera Aku buka botol minuman tadi seteguk panjang aku minum air itu karena sangat hausnya. Kulihat dari kejauhan kapal tanker yang menabrak kaki jembatan tadi sudah mulai berjalan lagi menuju dermaga, dengan diiringi kapal petugas, dalam pikiran Aku merenungkan andai peristiwa itu selalu terjadi mungkin saja kata Bapak yang ada diperahu tadi jembatan Ampera akan roboh, belum lagi ada tangan-tangan yang tak bertanggung jawab yang mencuri besi-besi baut yang sangat penting sebagai pengaman jembatan itu, kalau seandainya jembatan itu roboh maka tak ada lagi kebanggaan masyarakat Kota Palembang ini, jembatan ini merupakan simbol kebanggaan masyarakat Palembang, penarik wisatawan, dan sebagai sejarah seusai kemerdekaan.
       Ingin sekali rasanya Aku berphoto diatas jembatan itu, tanpa pikir panjang segera Aku hidupkan motor dan Aku menuju jembatan itu tak sampai sepuluh menit sudah diatas jembatan Ampera, jembatan kebanggaan masyarakat Palembang, Aku naikkan motor diatas pinggir trotoar jembatan, lalu turun dari motor dan melihat sungai dari atas jembatan banyak orang juga yang bersantai dan berkumpul dijembatan ini, wajar saja memang jembatan ini sangat indah, segera Aku ambil kamera ditas lalu minta tolong kepada orang yang tak jauh dariku untuk minta ambilkan photo aku dengan latar tiang jembatan yang khas dan tinggi serta dihiasi lampu yang indah .
 “Sebelum Ampera roboh.” Gumamku dalam hati.

Tidak ada komentar: