Ketika Hukum dikebiri oleh Kekuasaan dan
Uang
Banyak kita saksikan dan kita dengar akan
kasus-kasus yang menimpa para penguasa kecil maupun penguasa besar dinegeri
ini, sesuatu yang tidak mengherankan lagi jika ada kasus-kasus yang ditangani
tidak sesuai dengan prosedur hukum dan pasal hukum yang sebenarnya dalam fakta
yang terjadi, vonis anggota DPR yang terlibat kasus korupsi yang termaksud
vonis ringan. Inilah realita keadaan yang terjadi dimana seorang koruptor yang
dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dengan
menerima pemberian berupa uang senilai Rp2,5 miliar dan 1.200.000 dollar
Amerika dari Grup Permai, perusahaan yang membangun Wisma Atlet, Hambalang.
Selain hukuman penjara empat tahun Angelina Sondakh diharuskan membayar denda sebesar Rp250 juta
atau diganti dengan enam bulan kurungan. Putusan tersebut dibacakan secara
bergantian oleh majelis hakim Tipikor yang terdiri dari Sudjatmiko (ketua),
Marsudin Nainggolan, Afiantara, Hendra Yosfin, dan Alexander (anggota).
"Menyatakan terdakwa Angelina Patricia Pingkan Sondakh terbukti secara sah
dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut sebagaimana
diancam dan diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan ketiga,” kata ketua
majelis hakim Sudjatmiko.
Putusan hakim ini lebih ringan dari
tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut Angie dihukum
12 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Politisi Partai
Demokrat ini juga dituntut membayar uang pengganti Rp12,58 miliar dan US$ 2,35
juta subsider dua (2) tahun penjara.Hakim menilai, Angie terbukti melakukan
tindak pidana korupsi dengan menerima imbalan uang dari Permai Grup milik
mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.Pemberian itu terkait
dengan jabatan Angie selaku anggota Badan Anggaran DPR dan Koordinator Kelompok
Kerja Anggaran di Komisi X DPR RI. Pemberian imbalan kepada Angie dimaksudkan
agar nilai anggaran proyek pada program pendidikan tinggi di Kemendiknas dan
program pengadaan sarana dan prasarana di Kemenpora bisa disesuaikan dengan
permintaan Permai Grup. Mengenai jumlah uang yang dianggap terbukti diterima
Angie pun berbeda dengan pendapat jaksa. Menurut majelis hakim, Angie hanya
terbukti menerima uang Rp2,5 miliar dan 1.200.000 dollar Amerika, atau sekitar
Rp14,5 miliar. Sementara menurut jaksa, Angie terbukti menerima uang senilai
total Rp12,58 miliar dan 2.350.000 dollar AS sepanjang 2010. Hakim juga menilai
Angie tidak terbukti menggiring anggaran proyek wisma atlet SEA Games
Kemenpora. Lamanya masa hukuman Angie yang diputuskan majelis hakim ini jauh
lebih ringan dari tuntutan jaksa karena penerapan pasal yang berbeda. Hakim
menilai Angie terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP, sementara jaksa memilih Pasal 12
huruf a juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64
Ayat 1 KUHP, yang ancaman hukumannya lebih berat, maksimal 20 tahun penjara.
Dalam memutuskan perkara ini, majelis hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang
dianggap meringankan hukuman Angie. Hakim menilai Angie bersikap sopan selama
persidangan, menjadi orang tua tunggal yang memiliki tanggungan anak-anak yang
masih kecil, masih muda, serta berjasa mewakili bangsa dan negara dalam
forum nasional maupun internasional. Apakah hal ini ada udang dibalik batu?
Kita sebagai penonton dan pendengar tidak tahu yang terjadi dibelakangnya
karena kita hanya tahu yang didepannya.
Yang sangat aneh tidak ada tangisan
Angelina Sondakh seperti saat dia membacakan pledoi atau pembelaan diri saat
dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum." Saya akan pikir-pikir
dulu majelis hakim," ujar Angelina Sondakh saat diberi kesempatan oleh
majelis hakim untuk menanggapi vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis 10
Januari 2013. Sepertinya Angie sudah
menduga tidak akan divonis 12 tahun penjara lagi seperti persidangan sesudahnya.
hal ini yang harus ditelusuri oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), ada apa dengan rendahnya vonis yang dijatuhkan
kepada mantan Puteri Indonesia ini. Memperlihatkan ada yang bekerja di balik
Angie, ini yang harus diselidiki lebih dalam oleh KPK. Seorang yang maling
ayam, yang berharga bisa dibawah Rp 50 ribu, ancamannya 5 tahun penjara. Tapi,
ini uang yang dikorupsi Angie yang merupakan pejabat publik berjumlah belasan
milyar, yakni Rp 12,58 milyar dan 2,350 juta dolar Amerika Serikat, hanya
4,5 tahun penjara. Sungguh hal yang luar biasa, luar biasa bahayanya, hal
tersebut tidak akan menimbulkan efek jera kepada koruptor, kasus korupsi akan
semakin menjadi jika hal ini dibiarkan, apakah karena dia seorang anggota DPR?
Atau ada yang bermain dibelakangnya seorang penguasa besar? Tentu hal itu akan
jadi suatu polemik yang berkecimpung dalam hati masyarakat. Hukum yang
seharusnya jadi panglima tapi terlihat jelas seperti dikebiri dengan suatu
kepentingan tertentu yang terlihat demi tujuan pribadi. Tentu yang bertanya
dalam hati kita apakah ada uang dan kekuasaan yang bermain dalam hal tersebut?
Kita tentu belum terlupa juga dari kasus
yang menimpa anak Hatta Rajasa Menteri Koordinator Perekonomian Republik
Indonesia pada awal tahun 2013, putra bungsunya, Muhammad Rasyid Amrullah.
Kecelakaan itu bermula ketika Luxio bernopol F 1622 CY yang sedang melaju
dengan kecepatan sedang di ruas dua jalan tol Jagorawi yang mengarah ke Bogor
sekitar pukul 05.40 WIB diseruduk oleh BMW bernopol B 272 HR dari arah belakang
dengan laju kecepatan tinggi dibanding kecepatan Daihatsu Luxio yang berada di
depannya. Dua orang penumpang Luxio yang duduk di kursi belakang meninggal.
Mereka adalah Harun (57) dan Raihan (1,5 tahun). Selain dua orang tersebut,
juga terdapat 3 korban di dalam mobil Daihatsu Luxio, yang mengalami luka-luka,
yakni Rival (8 tahun), Nung (32 tahun), dan Supriyati (30 tahun). Gara-gara
mengantuk dua nyawa melayang, kelalaian yang memang musibah. Dalam proses hukum
Rasyid dikantor polisi banyak hal yang istimewa dilakukan untuknya, mulai
disambut dari depan pintu kantor polisi, hingga jaket yang dipegangnya
diambilkan dan dipegang pak polisi. Dan juga adanya perdamaian antara pihak pak
menteri dan keluarga korban, kita tidak tahu berapa dana yang mengalir kepada
pihak korban, memberikan kompensasi pendidikan untuk anak korban, Cuma aneh
kalau hukum sampai tidak diproses gara-gara uang dan kekuasaan.
Artinya hukum diIndonesia dapat dibeli,
perdamaian yang telah terjadi juga bisa meringan kan hukuman terhadap penabrak
dalam persidangan nanti. Hakim melihat bahwa ada perdamaian antara kedua pihak
ini akan dijadikan pertimbangan hakim dalam memutuskan putusannya. Kasus ini
bisa terus dipantau oleh masyarakat dan media, sehingga ada yang aneh
kedepannya bisa ditindaklanjuti. Hukum seharusnya jadi panglima yang tinggi tak
perlu takut akan kekuasaan dan tidak peduli akan uang, penegak hukum harusnya
mengetahui akan pasal 27 ayat(1) UUD 1945 yang berbunyi “Segala Warganegara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum
danPemerintahan dan wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya.” Tapi apa yang teradi dalam pemerintahan ada kekuasaan yang
membawa pada keadaan bahwa hukum bisa dipermainkan dan pasal-pasalnya dijadikan
alat tawar menawar.
Gunakanlah kode etik serta integritas yang tinggi bagi para penegak
hukum, jadikan hukum sebagai pedoman karena hukum adalah hak semua warga negara
baik miskin, kaya, berkuasa dan tak berkuasa, jangan pernah mengkebiri hukum
akan uang dan kekuasaan.