Senin, 05 Agustus 2013

Ketika Hukum dikebiri oleh Kekuasaan dan Uang



Ketika Hukum dikebiri oleh Kekuasaan dan Uang

      Banyak kita saksikan dan kita dengar akan kasus-kasus yang menimpa para penguasa kecil maupun penguasa besar dinegeri ini, sesuatu yang tidak mengherankan lagi jika ada kasus-kasus yang ditangani tidak sesuai dengan prosedur hukum dan pasal hukum yang sebenarnya dalam fakta yang terjadi, vonis anggota DPR yang terlibat kasus korupsi yang termaksud vonis ringan. Inilah realita keadaan yang terjadi dimana seorang koruptor yang dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dengan menerima pemberian berupa uang senilai Rp2,5 miliar dan 1.200.000 dollar Amerika dari Grup Permai, perusahaan yang membangun Wisma Atlet, Hambalang. Selain hukuman penjara empat tahun Angelina Sondakh  diharuskan membayar denda sebesar Rp250 juta atau diganti dengan enam bulan kurungan. Putusan tersebut dibacakan secara bergantian oleh majelis hakim Tipikor yang terdiri dari Sudjatmiko (ketua), Marsudin Nainggolan, Afiantara, Hendra Yosfin, dan Alexander (anggota). "Menyatakan terdakwa Angelina Patricia Pingkan Sondakh terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut sebagaimana diancam dan diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan ketiga,” kata ketua majelis hakim Sudjatmiko.
       Putusan hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut Angie dihukum 12 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Politisi Partai Demokrat ini juga dituntut membayar uang pengganti Rp12,58 miliar dan US$ 2,35 juta subsider dua (2) tahun penjara.Hakim menilai, Angie terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima imbalan uang dari Permai Grup milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.Pemberian itu terkait dengan jabatan Angie selaku anggota Badan Anggaran DPR dan Koordinator Kelompok Kerja Anggaran di Komisi X DPR RI. Pemberian imbalan kepada Angie dimaksudkan agar nilai anggaran proyek pada program pendidikan tinggi di Kemendiknas dan program pengadaan sarana dan prasarana di Kemenpora bisa disesuaikan dengan permintaan Permai Grup. Mengenai jumlah uang yang dianggap terbukti diterima Angie pun berbeda dengan pendapat jaksa. Menurut majelis hakim, Angie hanya terbukti menerima uang Rp2,5 miliar dan 1.200.000 dollar Amerika, atau sekitar Rp14,5 miliar. Sementara menurut jaksa, Angie terbukti menerima uang senilai total Rp12,58 miliar dan 2.350.000 dollar AS sepanjang 2010. Hakim juga menilai Angie tidak terbukti menggiring anggaran proyek wisma atlet SEA Games Kemenpora. Lamanya masa hukuman Angie yang diputuskan majelis hakim ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa karena penerapan pasal yang berbeda. Hakim menilai Angie terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP, sementara jaksa memilih Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP, yang ancaman hukumannya lebih berat, maksimal 20 tahun penjara. Dalam memutuskan perkara ini, majelis hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang dianggap meringankan hukuman Angie. Hakim menilai Angie bersikap sopan selama persidangan, menjadi orang tua tunggal yang memiliki tanggungan anak-anak yang masih kecil, masih muda, serta berjasa mewakili bangsa  dan negara dalam forum nasional maupun internasional. Apakah hal ini ada udang dibalik batu? Kita sebagai penonton dan pendengar tidak tahu yang terjadi dibelakangnya karena kita hanya tahu yang didepannya.
       Yang sangat aneh tidak ada tangisan Angelina Sondakh seperti saat dia membacakan pledoi atau pembelaan diri saat dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum." Saya akan pikir-pikir dulu majelis hakim," ujar Angelina Sondakh saat diberi kesempatan oleh majelis hakim untuk menanggapi vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis 10 Januari 2013.  Sepertinya Angie sudah menduga tidak akan divonis 12 tahun penjara lagi seperti persidangan sesudahnya. hal ini yang harus ditelusuri oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ada apa dengan rendahnya vonis yang dijatuhkan kepada mantan Puteri Indonesia ini. Memperlihatkan ada yang bekerja di balik Angie, ini yang harus diselidiki lebih dalam oleh KPK. Seorang yang maling ayam, yang berharga bisa dibawah Rp 50 ribu, ancamannya 5 tahun penjara. Tapi, ini uang yang dikorupsi Angie yang merupakan pejabat publik berjumlah belasan milyar, yakni  Rp 12,58 milyar dan 2,350 juta dolar Amerika Serikat, hanya 4,5 tahun penjara. Sungguh hal yang luar biasa, luar biasa bahayanya, hal tersebut tidak akan menimbulkan efek jera kepada koruptor, kasus korupsi akan semakin menjadi jika hal ini dibiarkan, apakah karena dia seorang anggota DPR? Atau ada yang bermain dibelakangnya seorang penguasa besar? Tentu hal itu akan jadi suatu polemik yang berkecimpung dalam hati masyarakat. Hukum yang seharusnya jadi panglima tapi terlihat jelas seperti dikebiri dengan suatu kepentingan tertentu yang terlihat demi tujuan pribadi. Tentu yang bertanya dalam hati kita apakah ada uang dan kekuasaan yang bermain dalam hal tersebut?
       Kita tentu belum terlupa juga dari kasus yang menimpa anak Hatta Rajasa Menteri Koordinator Perekonomian Republik Indonesia pada awal tahun 2013, putra bungsunya, Muhammad Rasyid Amrullah.  Kecelakaan itu bermula ketika Luxio bernopol F 1622 CY yang sedang melaju dengan kecepatan sedang di ruas dua jalan tol Jagorawi yang mengarah ke Bogor sekitar pukul 05.40 WIB diseruduk oleh BMW bernopol B 272 HR dari arah belakang dengan laju kecepatan tinggi dibanding kecepatan Daihatsu Luxio yang berada di depannya. Dua orang penumpang Luxio yang duduk di kursi belakang meninggal. Mereka adalah Harun (57) dan Raihan (1,5 tahun). Selain dua orang tersebut, juga terdapat 3 korban di dalam mobil Daihatsu Luxio, yang mengalami luka-luka, yakni Rival (8 tahun), Nung (32 tahun), dan Supriyati (30 tahun). Gara-gara mengantuk dua nyawa melayang, kelalaian yang memang musibah. Dalam proses hukum Rasyid dikantor polisi banyak hal yang istimewa dilakukan untuknya, mulai disambut dari depan pintu kantor polisi, hingga jaket yang dipegangnya diambilkan dan dipegang pak polisi. Dan juga adanya perdamaian antara pihak pak menteri dan keluarga korban, kita tidak tahu berapa dana yang mengalir kepada pihak korban, memberikan kompensasi pendidikan untuk anak korban, Cuma aneh kalau hukum sampai tidak diproses gara-gara uang dan kekuasaan.
        Artinya hukum diIndonesia dapat dibeli, perdamaian yang telah terjadi juga bisa meringan kan hukuman terhadap penabrak dalam persidangan nanti. Hakim melihat bahwa ada perdamaian antara kedua pihak ini akan dijadikan pertimbangan hakim dalam memutuskan putusannya. Kasus ini bisa terus dipantau oleh masyarakat dan media, sehingga ada yang aneh kedepannya bisa ditindaklanjuti. Hukum seharusnya jadi panglima yang tinggi tak perlu takut akan kekuasaan dan tidak peduli akan uang, penegak hukum harusnya mengetahui akan pasal 27 ayat(1) UUD 1945 yang berbunyi “Segala Warganegara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum danPemerintahan dan wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Tapi apa yang teradi dalam pemerintahan ada kekuasaan yang membawa pada keadaan bahwa hukum bisa dipermainkan dan pasal-pasalnya dijadikan alat tawar menawar.
        Gunakanlah kode etik serta integritas yang tinggi bagi para penegak hukum, jadikan hukum sebagai pedoman karena hukum adalah hak semua warga negara baik miskin, kaya, berkuasa dan tak berkuasa, jangan pernah mengkebiri hukum akan uang dan kekuasaan.