Kamis, 10 Juli 2014

Mengangkat isu film “Minah tetap Dipancung”



Mengangkat isu film “Minah tetap Dipancung”

        Kisah tersebut mengingatkan kita pada suatu kisah Ruyati binti Satubi, Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang harus dieksekusi pancung di Arab Saudi, ini adalah suatu permasalahan yang serius bagi pemerintah dalam menanganinya agar tidak ada Minah-minah lain yang mengalami hal tragis tersebut, dilihat dari sisi kacamata sosial, bagaimana Tenaga Kerja Indonesia berangkat keluar Negeri, Arab Saudi, Korea, Hongkong dll semua itu berawal dari kemiskinan dan pengangguran, andai saja pemerintah bisa menyediakan lapangan pekerjaan bagi para TKI tentu mereka takkan mengadu nasib kenegeri orang tersebut dengan berbagai resiko yang pemerintah tak bisa melindunginya, mungkin masih banyak nasib TKI kita yang berakhir seperti minah, bukan sukses membawa uang hasil cucuran keringatnya tapi pulang tinggal nama lebih tragis lagi pulang tetapi kepala dan badan terpisah.

       Minah, seorang Ibu satu anak dan bersuami, suaminya seorang petani, kehidupannya dibawah dari pas-pasan hingga anak satu-satunya tidak sekolah, padahal sudah saatnya umur untuk sekolah, dan anaknya sangat menginginkan itu, dengan tekadnya Minah berniat untuk jadi TKW walau berat hati keluarga mengizinkannya untuk berangkat ke Arab Saudi menjadi babu! Pembantu! Bukanlah duta besar, atau arsitek atau yang memiliki jabatan. Hanya tergiur jadi babu dinegeri orang lebih baik hidupnya dari pada jadi babu dinegeri sendiri. Walaupun dinegeri sendiri tidak enak kita tetap harus mencintai negeri ini yang atas nama perjuangan para pahlwan kita yang menumpahkan darah bukan atas nama pemimpin-pemimpin yang cengeng dan koruptor yang sialan!
     Para TKI berangkat jadi babu dinegara orang bukanlah masalah tidak memiliki rasa nasioanalisme atau patroitisme, tanpa disadari mereka adalah peningkat devisa Negara dari pemerintah yang tak mampu melindungi serta memberikan kehidupan yang layak mereka sesuai apa yang ada dalam UUD 1945, sudah jadi TKI bukan juga kesuksesan yang diperoleh tapi kematian.
      Minah dalam film dan Ruyati dalam kenyataan merupakan hal yang sangat tragis, potret buruknya sistem manajemen pemerintahan yang tak mampu melindungi hak-hak warganya sehingga dengan bebas dinegara lain tak dihargai, diinjak, dibunuh diperkosa itulah nasib TKI kita, yang lebih tragis lagi pemberangkatan TKI dijadikan bisnis, bisnis para penyalur-penyalur dengan iming-iming kepada para calon TKI untuk kehidupan yang layak!
        Minah, membunuh dan memilih mati karena membela kehormatannya oleh hukum dunia yang disebut pembunuhan. Pemerintah lamban, pemerintah tidak tanggap dan hanya kelemer-kelemer dalam menangani kasus-kasus TKI, dan dapat kita lihat dan dengar berapa lagi yang nasibnya akan sama seperti Minah, diperkosa, disiksa, tidak digaji dan kemudian berakhir dengan hukuman pancung, dimana itu keadilan yang didengung-dengungkan oleh para anggota wakil rakyat diparlemen semuanya hanya kiasaan keadilan itu ada jika uang ada dan juga jika uang kurang maka tidak akan bisa kita masuk kedalam mendapat pekerjaan yang mengabdi kepada Negara karena semuannya ada pertanyaan untuk jadi Pegawai dalam negeri ini dengan berbagai macam institusi pertanyaannya yaitu :
-Seberapa banyak uangmu?
-Seberapa hebat dirimu?
-Dan seberapa munafiknya dirimu?
        Jika semuanya terjawab dengan hal yang memuaskan maka tak perlu lagi otak yang pintar, pemikiran yang intelektual, cukup mainkan kekuasaan, ironis memang, kalau tidak ada uang maka kita akan terdiskriminasi, tertendang keluar dari pergaulan para kaum yang sudah tertular virus kapitalis.
       Sebagai generasi mudah tentunya saya optimis Negara ini akan menjadi lebih baik, sudah ada akar untuk menuju kebaikan itu, masih ada para aktivis yang akan memperjuangkan hak-hak mereka yang terampas termasuk para TKI, ada KPK yang terus berupaya mengusut Korupsi oleh para tikus-tikus kotor yang menjijikan. Berharap banyak kita semua agar pemerintah lebih dan lebih untuk mengutamakan para Hak-hak TKI yang terancam haknya serta sudah dirampas haknya, mereka-mereka yang atas nama pemerintah jangan hanya bisa berceloteh “kita sudah berupaya-kita sudah berupaya,” upaya yang bagaimana, upaya ketika semuanya terjadi berlagak bak pahlawan, sudah tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan dalam negeri, malah acuh dan terlambat jika menangani kasus-kasus para TKI, sudah terjadi baru berceloteh.
         Kita ini adalah sebuah Negara besar dengan bangsa yang besar, Sumber Daya Alam yang melimpah ada dikita, sementara orang diluar negeri sana masuk kedalam Negeri kita bukan menjadi babu, malah manjadi bos, bos besar yang menguras SDA kita sehabis-habisnya dengan modus investasi bagi rata, tapi investasi tersebut bukan ntuk rakyat melainkan untuk dikorupsikan, sedangkan warga Negara kita yang berangkat keluar negeri rata-rata menjadi TKI pembantu, buruh kasar dan lainnya. Kita bisa melakukan pendidikan kepada Sumber Daya Manusia untuk mengelolah SDA kita yang melimpah ruah ini, jangan memberikan SDA kita kepada asing, SDMnya juga diserahkan kepada asing untuk disiksa, berikanlah pelatihan-pealtihan kepada SDM kita agar tidak terjadi Minah-minah yang lainnya, jikalaupun tak mampu menyediakan lapangan pekerjaan dan pelatihan kepada SDM kita dan mereka berangkat keluar negeri maka lindungilah haknya. Jangan hanya memikirkan Impor, strategi politik yang kotor yang ujung-ujungnya bermuara pada korupsi. Jadilah bangsa yang bersih!

Tidak ada komentar: