Mengangkat isu film “Minah tetap
Dipancung”
Kisah tersebut mengingatkan kita pada
suatu kisah Ruyati binti Satubi, Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang harus
dieksekusi pancung di Arab Saudi, ini adalah suatu permasalahan yang serius
bagi pemerintah dalam menanganinya agar tidak ada Minah-minah lain yang
mengalami hal tragis tersebut, dilihat dari sisi kacamata sosial, bagaimana
Tenaga Kerja Indonesia berangkat keluar Negeri, Arab Saudi, Korea, Hongkong dll
semua itu berawal dari kemiskinan dan pengangguran, andai saja pemerintah bisa
menyediakan lapangan pekerjaan bagi para TKI tentu mereka takkan mengadu nasib
kenegeri orang tersebut dengan berbagai resiko yang pemerintah tak bisa
melindunginya, mungkin masih banyak nasib TKI kita yang berakhir seperti minah,
bukan sukses membawa uang hasil cucuran keringatnya tapi pulang tinggal nama
lebih tragis lagi pulang tetapi kepala dan badan terpisah.
Minah, seorang Ibu satu anak dan
bersuami, suaminya seorang petani, kehidupannya dibawah dari pas-pasan hingga
anak satu-satunya tidak sekolah, padahal sudah saatnya umur untuk sekolah, dan
anaknya sangat menginginkan itu, dengan tekadnya Minah berniat untuk jadi TKW
walau berat hati keluarga mengizinkannya untuk berangkat ke Arab Saudi menjadi
babu! Pembantu! Bukanlah duta besar, atau arsitek atau yang memiliki jabatan.
Hanya tergiur jadi babu dinegeri orang lebih baik hidupnya dari pada jadi babu
dinegeri sendiri. Walaupun dinegeri sendiri tidak enak kita tetap harus
mencintai negeri ini yang atas nama perjuangan para pahlwan kita yang
menumpahkan darah bukan atas nama pemimpin-pemimpin yang cengeng dan koruptor
yang sialan!
Para TKI berangkat jadi babu dinegara
orang bukanlah masalah tidak memiliki rasa nasioanalisme atau patroitisme,
tanpa disadari mereka adalah peningkat devisa Negara dari pemerintah yang tak
mampu melindungi serta memberikan kehidupan yang layak mereka sesuai apa yang
ada dalam UUD 1945, sudah jadi TKI bukan juga kesuksesan yang diperoleh tapi
kematian.
Minah dalam film dan Ruyati dalam
kenyataan merupakan hal yang sangat tragis, potret buruknya sistem manajemen
pemerintahan yang tak mampu melindungi hak-hak warganya sehingga dengan bebas
dinegara lain tak dihargai, diinjak, dibunuh diperkosa itulah nasib TKI kita, yang
lebih tragis lagi pemberangkatan TKI dijadikan bisnis, bisnis para penyalur-penyalur
dengan iming-iming kepada para calon TKI untuk kehidupan yang layak!
Minah,
membunuh dan memilih mati karena membela kehormatannya oleh hukum dunia yang
disebut pembunuhan. Pemerintah lamban, pemerintah tidak tanggap dan hanya
kelemer-kelemer dalam menangani kasus-kasus TKI, dan dapat kita lihat dan
dengar berapa lagi yang nasibnya akan sama seperti Minah, diperkosa, disiksa,
tidak digaji dan kemudian berakhir dengan hukuman pancung, dimana itu keadilan
yang didengung-dengungkan oleh para anggota wakil rakyat diparlemen semuanya
hanya kiasaan keadilan itu ada jika uang ada dan juga jika uang kurang maka
tidak akan bisa kita masuk kedalam mendapat pekerjaan yang mengabdi kepada
Negara karena semuannya ada pertanyaan untuk jadi Pegawai dalam negeri ini
dengan berbagai macam institusi pertanyaannya yaitu :
-Seberapa banyak
uangmu?
-Seberapa hebat dirimu?
-Dan seberapa
munafiknya dirimu?
Jika semuanya terjawab dengan hal yang
memuaskan maka tak perlu lagi otak yang pintar, pemikiran yang intelektual,
cukup mainkan kekuasaan, ironis memang, kalau tidak ada uang maka kita akan
terdiskriminasi, tertendang keluar dari pergaulan para kaum yang sudah tertular
virus kapitalis.
Sebagai generasi mudah tentunya saya
optimis Negara ini akan menjadi lebih baik, sudah ada akar untuk menuju
kebaikan itu, masih ada para aktivis yang akan memperjuangkan hak-hak mereka
yang terampas termasuk para TKI, ada KPK yang terus berupaya mengusut Korupsi
oleh para tikus-tikus kotor yang menjijikan. Berharap banyak kita semua agar
pemerintah lebih dan lebih untuk mengutamakan para Hak-hak TKI yang terancam
haknya serta sudah dirampas haknya, mereka-mereka yang atas nama pemerintah jangan
hanya bisa berceloteh “kita sudah berupaya-kita sudah berupaya,” upaya yang
bagaimana, upaya ketika semuanya terjadi berlagak bak pahlawan, sudah tidak
mampu menyediakan lapangan pekerjaan dalam negeri, malah acuh dan terlambat
jika menangani kasus-kasus para TKI, sudah terjadi baru berceloteh.
Kita ini adalah sebuah Negara besar
dengan bangsa yang besar, Sumber Daya Alam yang melimpah ada dikita, sementara
orang diluar negeri sana masuk kedalam Negeri kita bukan menjadi babu, malah
manjadi bos, bos besar yang menguras SDA kita sehabis-habisnya dengan modus
investasi bagi rata, tapi investasi tersebut bukan ntuk rakyat melainkan untuk
dikorupsikan, sedangkan warga Negara kita yang berangkat keluar negeri
rata-rata menjadi TKI pembantu, buruh kasar dan lainnya. Kita bisa melakukan
pendidikan kepada Sumber Daya Manusia untuk mengelolah SDA kita yang melimpah
ruah ini, jangan memberikan SDA kita kepada asing, SDMnya juga diserahkan
kepada asing untuk disiksa, berikanlah pelatihan-pealtihan kepada SDM kita agar
tidak terjadi Minah-minah yang lainnya, jikalaupun tak mampu menyediakan
lapangan pekerjaan dan pelatihan kepada SDM kita dan mereka berangkat keluar
negeri maka lindungilah haknya. Jangan hanya memikirkan Impor, strategi politik
yang kotor yang ujung-ujungnya bermuara pada korupsi. Jadilah bangsa yang
bersih!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar